Rabu, 17 Desember 2014

METODE PEMBELAJARAN JIGSAW


1 Definisi Cooperative Learning Tipe Jigsaw

                1 Cooperative Learning

            Cooperative Learning berasal dari kata cooperative yang artinya mengerjakan sesuatu secara bersama-sama dengan saling membantu satu sama lainnya sebagai satu kelompok atau tim. Slavin (1995) mengemukakan, bahwa cooperative learning adalah suatu model pembelajaran dimana sistem belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil yang berjumlah 4-6 orang secara kolaboratif sehingga dapat merangsang siswa lebih bergairah dalam  belajar.
            Model Pembelajaran Cooperative Learning (MPCL) beranjak dari dasar pemikiran “getting better together”, yang menekankan pada pemberian kesempatan belajar yang lebih luas dan suasana yang kondusif kepada siswa untuk memperoleh dan mengembangkan pengetahuan, sikap, nilai, serta keterampilan-keterampilan sosial yang bermanfaat bagi kehidupannya di masyarakat. Melalui MPCL, siswa bukan hanya belajar dan menerima apa yang disajikan oleh guru dalam PBM, melainkan bisa juga belajar dari siswa lainnya, dan sekaligus mempunyai kesempatan untuk membelajarkan siswa yang lain. Proses pembelajaran dengan MPCL ini mampu merangsang dan menggugah potensi siswa secara optimal dalam suasana belajar pada kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari 2 sampai 6 orang siswa (Stahl, 1994). Pada saat siswa belajar dalam kelompok akan berkembang suasana belajar yang terbuka dalam dimensi kesejawatan, karena pada saat itu akan terjadi proses belajar kolaboratif dalam hubungan pribadi yang saling membutuhkan. Pada saat itu juga siswa yang belajar dalam kelompok kecil akan tumbuh dan berkembang pola belajar tutor sebaya (peer group) dan belajar secara bekerjasama (cooperative).
            Sementara itu, menurut Nur (2001: 3) pembelajaran yang menggunakan model Cooperative Learning pada umumnya memiliki ciri-ciri sebagai berikut:


  1. Siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan materi belajarnya.
  2. Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah.
  3. Bilamana mungkin, anggota kelompok berasal dari ras, bangsa, suku, dan jenis kelamin yang berbeda-beda.
  4. Penghargaan lebih berorientasi kepada kelompok daripada individu.

2 Jigsaw

            Dari sisi etimologi Jigsaw berasal dari bahasa ingris yaitu gergaji ukir dan ada juga yang menyebutnya dengan istilah Fuzzle, yaitu sebuah teka teki yang menyususn potongan gambar. Pembelajaran kooperatif model jigsaw ini juga mengambil pola cara bekerja sebuah gergaji ( jigsaw), yaitu siswa melakukan sesuatu kegiatan belajar dengan cara bekerja sama dengan siswa lain untuk mencapai tujuan bersama.
Model pembelajaran jigsaw adalah tipe pembelajaran kooperatif yang dikembangkan oleh Elliot Aronsons. Model pembelajaran ini didesain untuk meningkatkan rasa tanggung jawab siswa terhadap pembelajarannya sendiri dan juga pembelajaran orang lain. Siswa tidak hanya mempelajari materi yang diberikan, tetapi mereka juga harus siap memberikan dan mengajarkan materi tersebut kepada kelompoknya. Dalam model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw, terdapat kelompok ahli dan kelompok asal. Kelompok asal adalah kelompok awal siswa terdiri dari berapa anggota kelompok ahli yang dibentuk dengan memperhatikan keragaman dan latar belakang. Guru harus trampil dan mengetahui latar belakang siswa agar terciptanya suasana yang baik bagi setiap angota kelompok. Sedangkan kelompok ahli, yaitu kelompok siswa yang terdiri dari anggota kelompok lain (kelompok asal) yang ditugaskan untuk mendalami topik tertentu untuk kemudian dijelaskankepada anggota kelompok asal. Para anggota dari kelompok asal yang berbeda, bertemu dengan topik yang sama dalam kelompok ahli untuk berdiskusi dan membahas materi yangditugaskan pada masing-masing anggota kelompok serta membantu satu sama lainuntuk mempelajari topik mereka tersebut. Disini, peran guru adalah mefasilitasidan memotivasi para anggota kelompok ahli agar mudah untuk memahami materi yang diberikan. Setelah pembahasan selesai, para anggota kelompok kemudiankembali pada kelompok asal dan mengajarkan pada teman sekelompoknya apayang telah mereka dapatkan pada saat pertemuan di kelompok ahli.Para kelompok ahli harus mampu untuk membagi pengetahuan yang di dapatkan saat melakuakndiskusi di kelompok ahli, sehingga pengetahuan tersebut diterima oleh setiapanggota pada kelompok asal
Dalam model pembelajaran jigsaw ini siswa memiliki banyak kesempatan untuk mengemukanakan pendapat, dan mengelolah imformasi yang didapat dan dapat meningkatkan keterampilan berkomunikasii, anggota kelompok bertanggung jawab atas keberhasilan kelompoknya dan ketuntasan bagian materi yang dipelajari, dan dapat menyampaikan kepada kelompoknya ( Rusman, 2008.203).
            Pembelajaran kooperatif jigsaw merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang mendorong siswa aktif dan saling membantu dalam menguasai materi pelajaran untuk mencapai prestasi yang maksimal. Dalam model belajar ini terdapat tahap-tahap dalam penyelenggaraannya.
·         Tahap pertama
Siswa dikelompokkan dalam bentuk kelompok-kelompok kecil. Pembentukan kelompok siswa tersebut dapat dilakukan guru berdasarkan pertimbangan tertentu. Untuk mengoptimalkan manfaat belajar kelompok keanggotaan seyogyanya heterogen, baik dan segi kemampuannya maupun karakteristik lainnya. Dengan demikian, cara yang efektif untuk menjamin heterogenitas kelompok ini adalah gurumembuat kelompok-kelompok itu. Jika siswa dibebaskan membuat kelompok sendiri maka biasanya siswa akan memilih teman-teman yang sangat disukainya misalnya sesama jenis, sesama etnik, dan sama dalam kemampuan.
Hal ini cenderung menghasilkan kelompok-kelompok yang homogen dan sering kali siswa tertentu tidak masuk dalam kelompok manapun. Oleh karena itu, memberikan kebebasan siswa untuk membentuk kelompok sendiri bukanlah cara yang baik, kecuali guru membuat batasan- btasan tertentu sehingga dapat menghasilkan kelompok-kelompok yang heterogen. Pengelompokkan secara acak juga dapat digunakan, khusus jika pengelompokkan itu terjadi pada awal tahun ajaran baru dimana guru baru sedikit mempunyai informasi tentang siswa-siswinya.
·         Tahap kedua
Jumlah siswa yang bekerja sama dalam masing-masing harus dibatasi, agar kelompok-kelompok yang terbentuk dapat bekerja sama secara efektif, karena suatu ukuran kelompok mempengaruhi kemampuan produktivitasnya. Dalam hal ini Soejadi (2000) mengemukakan, jumlah anggota dalam satu kelompok apabila makin besar, dapat mengakibatkan makin kurang efektif kerjasama antara para anggotanya.
Menurud Erdward (1989), kelompok yang terdiri dan empat orang terbukti sangat efektif. Sedangkan Sudjana (1989) mengemukakan beberapa siswa dihimpun dalam satu kelompok dapat terdiri 4-6 orang siswa. Jumlah yang paling tepat menurut hasil penelitian Slavin adalah hal itu dikarenakan kelompok yang beranggotakan 4-6 orang lebih sepaham dalam menyelesaikan suatu permasalahan dibandingkan dengan kelompok yang beranggotakan 2-4 orang.
Dalam jigsaw ini setiap anggota kelompok ditugaskan untuk mempelajari materi tertentu. Kemudian siswa-siswa atau perwakilan dan kelompoknya masing-masing bertemu dengan anggota-anggota dan kelompok lain yang mempelajari materi yang sama. Selanjutnya materi tersebut didiskusikan mempelajari serta memahami setiap maslah yang dijumpai sehingga perwakilan tersebut dapat memahami dan menguasai materi tersebut.
·         Tahap ketiga
Setelah masing-masing perwakilan tersebut dapat menguasai materi yang ditugaskannya, kemudian masing-masing perwakilan tersebut kembali ke kelompok masing-masing atau kelompok asalnya. Selanjutnya masing-masing anggota tersebut saling menjelaskan pada teman satu kelompoknya sehingga teman satu kelompoknya dapat memahami materi yang ditugaskan guru.
Pada tahap ini siswa akan banyak menemui permasalahan yang tahap kesukarannya bervariasi. Pengalaman seperti ini sangat penting terhadap perkembangan mental anak. Piaget (dalam Ruseffendi, 1991) menyatakan,”... bila menginginkan perkembangan mental maka lebih cepat dapat masuk kepada tahap yang lebih tinggi, supaya anak diperkaya dengan banyak pengalaman”. Lebih lanjut Ruseffendi mengemukakan, kecerdasan manusia dapat ditingkatkan hingga batas optimalnya dengan pengayaan melalui pengalaman.
·         Tahap keempat  
Pada tahap ini, siswa di beri tes/kuis, hal tersebut dilakukan untuk mengetahui apakah siswa sudah dapat memahami suatu materi. Dengan demikian, secara umum penyelenggaraan model belajar jigsaw dalam proses belajar mengajar dapat menumbuhkan tanggung jawab siswa sehingga terlibat langsung secara aktif dalam memahami suatu persoalan dan menyelesaikannya secara kelompok.

2 Langkah-langkah Pembelajaran Jigsaw

            Menurut Aronson (www.jigsaw.org), langkah-langkah pembelajaran metode jigsaw adalah sebagai berikut:
1.      Menempatkan siswa dalam kelompok, yang masing-masing kelompok beranggotakan antara 5 – 6 orang;
2.      Menugaskan seorang siswa dari setiap kelompok sebagai pemimpin;
3.      Membagi materi pelajaran menjadi 5 – 6 bagian;
4.      Menugaskan setiap siswa untuk mempelajari satu bagian materi;
5.      Memberi waktu kepada siswa untuk mempelajari materi yang menjadi bagiannya paling tidak dua kali agar ia menjadi familier dengan materinya;
6.      Membentuk “kelompok-kelompok ahli”, yang anggotanya adalah seorang siswa dari masing-masing kelompok asal. Mereka bergabung menjadi satu kelompok (ahli) untuk mempelajari satu bagian materi yang sama. Guru memberikan waktu pada masing-masing kelompok ahli untuk mendiskusikan poin-poin penting dari materi bagian  mereka sebagai pedoman presentasi yang akan mereka lakukan di kelompok asal;
7.      Meminta masing-masing siswa untuk kembali ke kelompok asal mereka;
8.      Meminta masing-masing siswa untuk mempresentasikan materi bagiannya di kelompok asal. Guru mendorong anggota kelompok yang lain untuk mengajukan pertanyaan yang bertujuan untuk klarifikasi;
9.      Guru mengobservasi proses diskusi dari satu kelompok ke kelompok yang lain. Jika kelompok mengalami hambatan (misalnya ada yang mendominasi atau mengganggu) guru melakukan intervensi;
10.  Di akhir sesi berikan kuis berkaitan materi sehingga siswa dengan segera dapat menyadari bahwa apa yang mereka lakukan bukanlah aktivitas yang sia-sia.

3 Penerapan Model Pembelajaran Jigsaw

Sesuai dengan namanya, teknis penerapan tipe pembelajaran ini maju mundur seperti gergaji. Menurut Arends (1997), langkah-langkah penerapan model pembelajaran Jigsaw dalam sejarah, yaitu:
1.      Membentuk kelompok beranggotakan 5 ± 6 orang.
2.      Masing-masing kelompok mengirimkan satu orang wakil mereka untuk membahas topik, wakil ini disebut dengan kelompok ahli.
3.      Kelompok ahli berdiskusi untuk membahas topik yang diberikan dan saling membantu untuk menguasai topik tersebut.
4.      Setelah memahami materi, kelompok ahli menyebar dan kembali ke kelompok masing-masing, kemudian menjelaskan materi kepada rekan kelompoknya.
5.      Guru memberikan tes individual pada akhir pembelajaran tentang materi yang telah didiskusikan Kunci pembelajaran ini adalah interpedensi setiap siswa terhadap anggota kelompok untuk memberikan informasi yang diperlukan dengan tujuan agar dapat mengerjakan tes dengan baik. Fasilitator dapat mengatur strategi jigsaw dengan dua cara:
a. Pengelompokkan Homogen
Instruksi:
Kelompokkan para peserta yang memiliki kartu nomor yang sama.Misalnya, para peserta akan diorganisir ke dalam kelompok diskusi berdasarkanapa yang mereka baca. Oleh karena itu, semua peserta yang membaca Bab 1, Bab2, dst, akan ditempatkan di kelompok yang sama.Sediakanlah empat kertas lipat, lipatlah masing-masing menjadi dua menjadi papan nama, berilah nomor 1 sampai 4 dan letakkanlah di atas meja.
Kelebihan:
Pengelompokan semacam ini memungkinkan peserta berbagi perspektif yang berbeda tantang bacaan yang sama, yang secara potensialdiakibatkan oleh pemahaman yang lebih mendalam terhadap salah satu bab.Potensi yang lebih besar untuk memunculkan proses analisis daripada hanyasekedar narasi sederhana.
Kelemahan:
fokusnya sempit (satu bab) dan kemungkinan akan berlebihan.
b. Pengelompokkan Hiterogen
Instruksi:
Tempatkan para peserta yang memiliki nomor yang berbeda-bedauntuk duduk bersama. Misalnya, setiap kelompok diskusi kemungkinan akan terdiri atas 4 individu: satu yang telah membaca Bab 1, satu yang telah membaca Bab 2, dsb. Sediakanlah empat kertas lipat, lipatlah masing-masing menjadi dua menjadi papan nama, berilah nomor 1 sampai 4 dan letakkanlah di setiap meja. Biarkan para peserta mencari tempatnya sendiri sesuai bab yang telah mereka baca berdasarkan siapa cepat ia dapat´.
Kelebihan:
Memungkinkan peer instruction dan pengumpulan pengetahuan, memberikan peserta informasi dari bab-bab yang tidak mereka baca.
Kelemahan:
Apabila satu peserta tidak membaca tugasnya, informasi tersebuttidak dapat dibagi/ didiskusikan. Potensi untuk pembelajaran yang naratif (bukan interpretatif) dalam berbagi informasi



Sumber:


Alsa, A. 2009. “Pengaruh Metode Belajar Jigsaw Terhadap Keterampilan Hubungan Interpersonal Dan Kerjasama Kelompok Pada Mahasiswa Fakultas Psikologi UGM.” Tidak Diterbitkan. Laporan Penelitian. Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Gajah Mada.

Isjoni, M. 2007. Cooperative Learning. Bandung: Alfabet.
Riya. 2013. Model Pembelajaran Jigsaw. http://riyashingwa.blogspot.com/2013/05/model-pembelajaran-tipe-jigsaw.html. [14 Desember 2014].
Ttrianto, S. 2007. Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik. Jakarta: Prestasi Pustaka.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar