1
Definisi Cooperative Learning Tipe Jigsaw
1 Cooperative Learning
Cooperative
Learning berasal dari kata cooperative yang artinya mengerjakan sesuatu secara
bersama-sama dengan saling membantu satu sama lainnya sebagai satu kelompok
atau tim. Slavin (1995) mengemukakan, bahwa cooperative learning adalah suatu
model pembelajaran dimana sistem belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok
kecil yang berjumlah 4-6 orang secara kolaboratif sehingga dapat merangsang
siswa lebih bergairah dalam belajar.
Model Pembelajaran Cooperative
Learning (MPCL) beranjak dari dasar pemikiran “getting better together”,
yang menekankan pada pemberian kesempatan belajar yang lebih luas dan suasana
yang kondusif kepada siswa untuk memperoleh dan mengembangkan pengetahuan,
sikap, nilai, serta keterampilan-keterampilan sosial yang bermanfaat bagi
kehidupannya di masyarakat. Melalui MPCL, siswa bukan hanya belajar dan
menerima apa yang disajikan oleh guru dalam PBM, melainkan bisa juga belajar
dari siswa lainnya, dan sekaligus mempunyai kesempatan untuk membelajarkan
siswa yang lain. Proses pembelajaran dengan MPCL ini mampu merangsang dan
menggugah potensi siswa secara optimal dalam suasana belajar pada kelompok-kelompok
kecil yang terdiri dari 2 sampai 6 orang siswa (Stahl, 1994). Pada saat siswa
belajar dalam kelompok akan berkembang suasana belajar yang terbuka dalam
dimensi kesejawatan, karena pada saat itu akan terjadi proses belajar kolaboratif
dalam hubungan pribadi yang saling membutuhkan. Pada saat itu juga siswa yang
belajar dalam kelompok kecil akan tumbuh dan berkembang pola belajar tutor
sebaya (peer group) dan belajar secara bekerjasama (cooperative).
Sementara itu, menurut Nur (2001: 3)
pembelajaran yang menggunakan model Cooperative Learning pada umumnya memiliki
ciri-ciri sebagai berikut:
- Siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk
menuntaskan materi belajarnya.
- Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan
tinggi, sedang dan rendah.
- Bilamana mungkin, anggota kelompok berasal dari ras,
bangsa, suku, dan jenis kelamin yang berbeda-beda.
- Penghargaan lebih berorientasi kepada kelompok daripada
individu.
2 Jigsaw
Dari sisi etimologi Jigsaw berasal
dari bahasa ingris yaitu gergaji ukir dan ada juga yang menyebutnya dengan
istilah Fuzzle, yaitu sebuah teka teki yang menyususn potongan gambar.
Pembelajaran kooperatif model jigsaw ini juga mengambil pola cara bekerja
sebuah gergaji ( jigsaw), yaitu siswa melakukan sesuatu kegiatan belajar dengan
cara bekerja sama dengan siswa lain untuk mencapai tujuan bersama.
Model
pembelajaran jigsaw adalah tipe pembelajaran kooperatif yang dikembangkan oleh
Elliot Aronsons. Model pembelajaran ini didesain untuk meningkatkan rasa
tanggung jawab siswa terhadap pembelajarannya sendiri dan juga pembelajaran
orang lain. Siswa tidak hanya mempelajari materi yang diberikan, tetapi mereka
juga harus siap memberikan dan mengajarkan materi tersebut kepada kelompoknya. Dalam
model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw, terdapat kelompok ahli dan kelompok
asal. Kelompok asal adalah kelompok awal siswa terdiri dari berapa anggota
kelompok ahli yang dibentuk dengan memperhatikan keragaman dan latar belakang.
Guru harus trampil dan mengetahui latar belakang siswa agar terciptanya suasana
yang baik bagi setiap angota kelompok. Sedangkan kelompok ahli, yaitu kelompok
siswa yang terdiri dari anggota kelompok lain (kelompok asal) yang ditugaskan
untuk mendalami topik tertentu untuk kemudian dijelaskankepada anggota kelompok
asal. Para anggota dari kelompok asal yang berbeda, bertemu dengan topik yang
sama dalam kelompok ahli untuk berdiskusi dan membahas materi yangditugaskan
pada masing-masing anggota kelompok serta membantu satu sama lainuntuk
mempelajari topik mereka tersebut. Disini, peran guru adalah mefasilitasidan
memotivasi para anggota kelompok ahli agar mudah untuk memahami materi yang
diberikan. Setelah pembahasan selesai, para anggota kelompok kemudiankembali
pada kelompok asal dan mengajarkan pada teman sekelompoknya apayang telah
mereka dapatkan pada saat pertemuan di kelompok ahli.Para kelompok ahli harus
mampu untuk membagi pengetahuan yang di dapatkan saat melakuakndiskusi di
kelompok ahli, sehingga pengetahuan tersebut diterima oleh setiapanggota pada
kelompok asal
Dalam
model pembelajaran jigsaw ini siswa memiliki banyak kesempatan untuk
mengemukanakan pendapat, dan mengelolah imformasi yang didapat dan dapat
meningkatkan keterampilan berkomunikasii, anggota kelompok bertanggung jawab
atas keberhasilan kelompoknya dan ketuntasan bagian materi yang dipelajari, dan
dapat menyampaikan kepada kelompoknya ( Rusman, 2008.203).
Pembelajaran
kooperatif jigsaw merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang
mendorong siswa aktif dan saling membantu dalam menguasai materi pelajaran
untuk mencapai prestasi yang maksimal. Dalam model belajar ini terdapat
tahap-tahap dalam penyelenggaraannya.
·
Tahap
pertama
Siswa dikelompokkan
dalam bentuk kelompok-kelompok kecil. Pembentukan kelompok siswa tersebut dapat
dilakukan guru berdasarkan pertimbangan tertentu. Untuk mengoptimalkan manfaat
belajar kelompok keanggotaan seyogyanya heterogen, baik dan segi kemampuannya
maupun karakteristik lainnya. Dengan demikian, cara yang efektif untuk menjamin
heterogenitas kelompok ini adalah gurumembuat kelompok-kelompok itu. Jika siswa
dibebaskan membuat kelompok sendiri maka biasanya siswa akan memilih
teman-teman yang sangat disukainya misalnya sesama jenis, sesama etnik, dan
sama dalam kemampuan.
Hal ini cenderung
menghasilkan kelompok-kelompok yang homogen dan sering kali siswa tertentu
tidak masuk dalam kelompok manapun. Oleh karena itu, memberikan kebebasan siswa
untuk membentuk kelompok sendiri bukanlah cara yang baik, kecuali guru membuat
batasan- btasan tertentu sehingga dapat menghasilkan kelompok-kelompok yang
heterogen. Pengelompokkan secara acak juga dapat digunakan, khusus jika
pengelompokkan itu terjadi pada awal tahun ajaran baru dimana guru baru sedikit
mempunyai informasi tentang siswa-siswinya.
·
Tahap
kedua
Jumlah siswa yang bekerja sama
dalam masing-masing harus dibatasi, agar kelompok-kelompok yang terbentuk dapat
bekerja sama secara efektif, karena suatu ukuran kelompok mempengaruhi
kemampuan produktivitasnya. Dalam hal ini Soejadi (2000) mengemukakan, jumlah
anggota dalam satu kelompok apabila makin besar, dapat mengakibatkan makin
kurang efektif kerjasama antara para anggotanya.
Menurud Erdward (1989), kelompok
yang terdiri dan empat orang terbukti sangat efektif. Sedangkan Sudjana (1989)
mengemukakan beberapa siswa dihimpun dalam satu kelompok dapat terdiri 4-6
orang siswa. Jumlah yang paling tepat menurut hasil penelitian Slavin adalah
hal itu dikarenakan kelompok yang beranggotakan 4-6 orang lebih sepaham dalam
menyelesaikan suatu permasalahan dibandingkan dengan kelompok yang
beranggotakan 2-4 orang.
Dalam jigsaw ini setiap anggota
kelompok ditugaskan untuk mempelajari materi tertentu. Kemudian siswa-siswa
atau perwakilan dan kelompoknya masing-masing bertemu dengan anggota-anggota
dan kelompok lain yang mempelajari materi yang sama. Selanjutnya materi
tersebut didiskusikan mempelajari serta memahami setiap maslah yang dijumpai
sehingga perwakilan tersebut dapat memahami dan menguasai materi tersebut.
·
Tahap
ketiga
Setelah masing-masing perwakilan
tersebut dapat menguasai materi yang ditugaskannya, kemudian masing-masing
perwakilan tersebut kembali ke kelompok masing-masing atau kelompok asalnya.
Selanjutnya masing-masing anggota tersebut saling menjelaskan pada teman satu
kelompoknya sehingga teman satu kelompoknya dapat memahami materi yang
ditugaskan guru.
Pada tahap ini siswa akan banyak
menemui permasalahan yang tahap kesukarannya bervariasi. Pengalaman seperti ini
sangat penting terhadap perkembangan mental anak. Piaget (dalam Ruseffendi,
1991) menyatakan,”... bila menginginkan perkembangan mental maka lebih cepat
dapat masuk kepada tahap yang lebih tinggi, supaya anak diperkaya dengan banyak
pengalaman”. Lebih lanjut Ruseffendi mengemukakan, kecerdasan manusia dapat
ditingkatkan hingga batas optimalnya dengan pengayaan melalui pengalaman.
·
Tahap
keempat
Pada tahap ini, siswa di beri
tes/kuis, hal tersebut dilakukan untuk mengetahui apakah siswa sudah dapat
memahami suatu materi. Dengan demikian, secara umum penyelenggaraan model
belajar jigsaw dalam proses belajar mengajar dapat menumbuhkan tanggung jawab
siswa sehingga terlibat langsung secara aktif dalam memahami suatu persoalan
dan menyelesaikannya secara kelompok.
2 Langkah-langkah Pembelajaran
Jigsaw
Menurut
Aronson (www.jigsaw.org), langkah-langkah pembelajaran metode jigsaw
adalah sebagai berikut:
1. Menempatkan siswa
dalam kelompok, yang masing-masing kelompok beranggotakan antara 5 – 6 orang;
2. Menugaskan seorang
siswa dari setiap kelompok sebagai pemimpin;
3. Membagi materi pelajaran
menjadi 5 – 6 bagian;
4. Menugaskan setiap
siswa untuk mempelajari satu bagian materi;
5. Memberi waktu
kepada siswa untuk mempelajari materi yang menjadi bagiannya paling tidak dua
kali agar ia menjadi familier dengan materinya;
6. Membentuk
“kelompok-kelompok ahli”, yang anggotanya adalah seorang siswa dari
masing-masing kelompok asal. Mereka bergabung menjadi satu kelompok (ahli)
untuk mempelajari satu bagian materi yang sama. Guru memberikan waktu pada
masing-masing kelompok ahli untuk mendiskusikan poin-poin penting dari materi
bagian mereka sebagai pedoman presentasi
yang akan mereka lakukan di kelompok asal;
7. Meminta
masing-masing siswa untuk kembali ke kelompok asal mereka;
8. Meminta
masing-masing siswa untuk mempresentasikan materi bagiannya di kelompok asal.
Guru mendorong anggota kelompok yang lain untuk mengajukan pertanyaan yang
bertujuan untuk klarifikasi;
9. Guru mengobservasi
proses diskusi dari satu kelompok ke kelompok yang lain. Jika kelompok
mengalami hambatan (misalnya ada yang mendominasi atau mengganggu) guru
melakukan intervensi;
10. Di akhir sesi
berikan kuis berkaitan materi sehingga siswa dengan segera dapat menyadari
bahwa apa yang mereka lakukan bukanlah aktivitas yang sia-sia.
3 Penerapan Model Pembelajaran Jigsaw
Sesuai
dengan namanya, teknis penerapan tipe pembelajaran ini maju mundur seperti gergaji. Menurut Arends
(1997), langkah-langkah penerapan model pembelajaran Jigsaw dalam sejarah,
yaitu:
1. Membentuk
kelompok beranggotakan 5
± 6 orang.
2. Masing-masing
kelompok mengirimkan satu orang wakil mereka untuk membahas topik, wakil ini
disebut dengan kelompok ahli.
3. Kelompok
ahli berdiskusi untuk membahas topik yang diberikan dan saling membantu untuk
menguasai topik tersebut.
4. Setelah
memahami materi, kelompok ahli menyebar dan kembali ke kelompok masing-masing,
kemudian menjelaskan materi kepada rekan kelompoknya.
5. Guru
memberikan tes individual pada akhir pembelajaran tentang materi yang telah
didiskusikan Kunci pembelajaran ini adalah interpedensi setiap siswa terhadap
anggota kelompok untuk memberikan informasi yang diperlukan dengan tujuan agar
dapat mengerjakan tes dengan baik. Fasilitator dapat mengatur strategi jigsaw
dengan dua cara:
a.
Pengelompokkan Homogen
Instruksi:
Kelompokkan para
peserta yang memiliki kartu nomor yang sama.Misalnya, para peserta akan
diorganisir ke dalam kelompok diskusi berdasarkanapa yang mereka baca. Oleh
karena itu, semua peserta yang membaca Bab 1, Bab2, dst, akan ditempatkan di
kelompok yang sama.Sediakanlah empat kertas lipat, lipatlah masing-masing
menjadi dua menjadi papan nama, berilah nomor 1 sampai 4 dan letakkanlah di
atas meja.
Kelebihan:
Pengelompokan semacam
ini memungkinkan peserta berbagi perspektif yang berbeda tantang bacaan yang
sama, yang secara potensialdiakibatkan oleh pemahaman yang lebih mendalam
terhadap salah satu bab.Potensi yang lebih besar untuk memunculkan proses
analisis daripada hanyasekedar narasi sederhana.
Kelemahan:
fokusnya sempit (satu
bab) dan kemungkinan akan berlebihan.
b.
Pengelompokkan Hiterogen
Instruksi:
Tempatkan para peserta
yang memiliki nomor yang berbeda-bedauntuk duduk bersama. Misalnya, setiap
kelompok diskusi kemungkinan akan terdiri atas 4 individu: satu yang telah
membaca Bab 1, satu yang telah membaca Bab 2, dsb. Sediakanlah empat kertas
lipat, lipatlah masing-masing menjadi dua menjadi papan nama, berilah nomor 1
sampai 4 dan letakkanlah di setiap meja. Biarkan para peserta mencari tempatnya
sendiri sesuai bab yang telah mereka baca berdasarkan siapa cepat ia dapat´.
Kelebihan:
Memungkinkan peer
instruction dan pengumpulan pengetahuan, memberikan peserta informasi dari
bab-bab yang tidak mereka baca.
Kelemahan:
Apabila satu peserta
tidak membaca tugasnya, informasi tersebuttidak dapat dibagi/ didiskusikan.
Potensi untuk pembelajaran yang naratif (bukan interpretatif) dalam berbagi
informasi
Sumber:
Alsa, A. 2009. “Pengaruh Metode Belajar Jigsaw Terhadap Keterampilan Hubungan Interpersonal Dan Kerjasama
Kelompok Pada Mahasiswa Fakultas Psikologi UGM.” Tidak Diterbitkan. Laporan
Penelitian. Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Gajah Mada.
Isjoni,
M. 2007. Cooperative Learning.
Bandung: Alfabet.
Riya. 2013.
Model Pembelajaran Jigsaw. http://riyashingwa.blogspot.com/2013/05/model-pembelajaran-tipe-jigsaw.html. [14 Desember 2014].
Ttrianto, S. 2007. Model-model
Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik. Jakarta: Prestasi
Pustaka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar