Liberalisme
adalah suatu paham yang menghendaki adanya kebebasan individu dalam segala bidang.Menurut paham ini titik
pusat dalam hidup ini adalah individu. Karena ada individu maka masyarakat
dapat tersusun dan karena individu pula negara dapat terbentuk. Oleh
karena itu, masyarakat atau negara harus selalu menghormati dan melindungi
kebebasan kemerdekaan individu. Setiap individu harus memiliki
kebebasan kemerdekaan, seperti dalam bidang politik, ekonomi, dan agama.
Terbentuknya
suatu negara merupakan kehendak
dari individu- individu.Oleh karena itu, yang berhak mengatur dan menentukan
segala-galanya adalah individu-individu tersebut. Dengan kata lain, kekuasaan
tertinggi (kedaulatan) dalam suatu negara berada di tangan
rakyat (demokrasi). Agar supaya kebebasan, kemerdekaan individu tetap dijamin dan dihormati sehingga harus dibentuk undang-undang, hukum, parlemen, dan sebagainya.Dengan demikian, yang dikehendaki oleh golongan liberal adalah demokrasi liberal.Hal ini seperti yang berlaku di negara-negara Eropa Barat dan Amerika Serikat.
rakyat (demokrasi). Agar supaya kebebasan, kemerdekaan individu tetap dijamin dan dihormati sehingga harus dibentuk undang-undang, hukum, parlemen, dan sebagainya.Dengan demikian, yang dikehendaki oleh golongan liberal adalah demokrasi liberal.Hal ini seperti yang berlaku di negara-negara Eropa Barat dan Amerika Serikat.
Sejarah Lahirnya Paham Liberalisme
Liberalisme atau Liberal adalah
sebuah ideologi, pandangan filsafat,
dan tradisi politik yang didasarkan pada pemahaman bahwa kebebasan dan
persamaan hak adalah nilai politik yang utama. Secara umum, liberalisme
mencita-citakan suatu masyarakat yang bebas, dicirikan oleh kebebasan berpikir
bagi para individu. Paham liberalisme menolak adanya pembatasan, khususnya dari
pemerintah dan agama (Sukarna, 1981). Dalam masyarakat modern, liberalisme akan
dapat tumbuh dalam sistem demokrasi, hal ini dikarenakan keduanya sama-sama
didasarkan pada kebebasan mayoritas.
Pemikiran liberal (liberalisme) adalah
satu nama di antara nama-nama untuk menyebut ideologi Dunia Barat yang
berkembang sejak masa Reformasi Gereja dan Renaissans yang menandai berakhirnya
Abad Pertengahan (abad V-XV).
Disebut liberal, yang secara harfiah berarti “bebas dari batasan” (free from
restraint), karena liberalisme menawarkan konsep kehidupan yang bebas dari
pengawasan gereja dan raja. (Adams, 2004:20). Ini berkebalikan total dengan
kehidupan Barat Abad Pertengahan ketika gereja dan raja mendominasi seluruh
segi kehidupan manusia.
Menurut Sukarna (1981) ada
tiga hal yang mendasar dari Ideologi Liberalisme yakni Kehidupan, Kebebasan dan
Hak Milik (Life, Liberty and
Property).
Dibawah ini, adalah nilai-nilai pokok yang
bersumber dari tiga nilai dasar Liberalisme tadi:
· Kesempatan yang sama. (Hold the
Basic Equality of All Human
Being).
Bahwa manusia mempunyai kesempatan
yang sama, di dalam segala bidang kehidupan baik politik, sosial, ekonomi dan kebudayaan. Namun karena kualitas
manusia yang berbeda-beda, sehingga dalam menggunakan persamaan kesempatan itu
akan berlainan tergantung kepada kemampuannya masing-masing. Terlepas dari itu
semua, hal ini (persamaan kesempatan) adalah suatu nilai yang mutlak dari
demokrasi.
· Treat the Others Reason Equally
(Perlakuan yang sama)
Dengan adanya pengakuan terhadap
persamaan manusia, dimana setiap orang mempunyai hak yang sama untuk
mengemukakan pendapatnya, maka dalam setiap penyelesaian masalah-masalah yang
dihadapi baik dalam kehidupan politik, sosial, ekonomi, kebudayaan dan kenegaraan
dilakukan secara diskusi dan dilaksanakan dengan persetujuan – dimana hal ini sangat penting untuk menghilangkan
egoisme individu.
· Government by the Consent of The People or The
Governed (pemerintahan dengan persetujuan dari yang diperintah)
Pemerintah harus mendapat
persetujuan dari yang diperintah. Pemerintah tidak boleh bertindak menurut
kehendaknya sendiri, tetapi harus bertindak menurut kehendak rakyat.
· Berjalannya hukum (The Rule of Law).
Fungsi Negara adalah untuk membela
dan mengabdi pada rakyat. Terhadap hal asasi manusia yang merupakan hukum abadi
dimana seluruh peraturan atau hukum dibuat oleh pemerintah adalah untuk
melindungi dan mempertahankannya. Maka untuk menciptakan rule of law, harus ada
patokan terhadap hukum tertinggi (Undang-undang), persamaan dimuka umum, dan
persamaan sosial.
· Yang menjadi pemusatan kepentingan
adalah individu (The Emphasis of
Individual)
· Negara hanyalah alat (The State is Instrument).
Negara itu sebagai suatu
mekanisme yang digunakan untuk tujuan-tujuan yang lebih besar dibandingkan
negara itu sendiri. Di dalam ajaran Liberal Klasik, ditekankan bahwa masyarakat
pada dasarnya dianggap, dapat memenuhi dirinya sendiri, dan negara hanyalah
merupakan suatu langkah saja ketika usaha yang secara sukarela masyarakat telah
mengalami kegagalan.
· Dalam liberalisme tidak dapat
menerima ajaran dogmatisme (Refuse Dogatism).
Hal ini disebabkan karena
pandangan filsafat dari John Locke
(1632 – 1704) yang menyatakan bahwa semua pengetahuan itu didasarkan pada
pengalaman. Dalam pandangan ini, kebenaran itu adalah
berubah.
Sedangkan menurut Ramlan Subakti (2010: 45) ciri-ciri ideologi liberal sebagai
berikut. Pertama, demokrasi merupakan bentuk pemerintahan yang lebih
baik. Kedua, anggota masyarakat memiliki kebebasan intelektual penuh,
termasuk kebebasan berbicara, kebebasan beragamadan kebebasan pers. Ketiga,
pemerintah hanya mengatur kehidupan masyarakat secara terbatas. Keputusan yang
dibuat hanya sedikit untuk rakyat, sehingga rakyat dapat belajar membuat
keputusan untuk dirinya sendiri. Keempat, kekuasaan dari seseorang
terhadap orang lain merupakan hal yang buruk. Oleh karena itu pemerintah
dijalankan sedemikian rupa sehingga penyalahgunaan kekuasaan dapat dicegah.
Pendek kata, kekuasaan dicurigai sebagai cenderung disalahgunakan, dan karena
itu sejauh mungkin dibatasi. Kelima, suatu masyarakat dikatakan
berbahagia kalau masyarakat secara keseluruhan berbahagia, kebahagiaan sebagian
besar individu belum tentu maksimal.
Ada dua macam Liberalisme, yakni
Liberalisme Klasik dan Liberallisme Modern. Liberalisme Klasik timbul pada awal
abad ke 16. Sedangkan Liberalisme Modern mulai muncul sejak abad ke-20. Namun,
bukan berarti setelah ada Liberalisme Modern, Liberalisme Klasik akan hilang
begitu saja atau tergantikan oleh Liberalisme Modern, karena hingga kini,
nilai-nilai dari Liberalisme Klasik itu masih ada. Liberalisme Modern tidak
mengubah hal-hal yang mendasar, hanya mengubah hal-hal lainnya atau dengan kata
lain, nilai intinya (core values) tidak berubah hanya ada tambahan-tanbahan
saja dalam versi yang baru. Jadi sesungguhnya, masa Liberalisme Klasik itu
tidak pernah berakhir.
Dalam Liberalisme Klasik, keberadaan
individu dan kebebasannya sangatlah diagungkan. Setiap individu memiliki
kebebasan berpikir masing-masing yang akan menghasilkan paham baru. Ada dua
paham, yakni demokrasi (politik) dan kapitalisme (ekonomi). Meskipun begitu,
bukan berarti kebebasan yang dimiliki individu itu adalah kebebasan yang
mutlak, karena kebebasan itu adalah kebebasan yang harus dipertanggungjawabkan.
Jadi, tetap ada keteraturan di dalam ideologi ini, atau dengan kata lain, bukan
bebas yang sebebas-bebasnya.
Pemikiran liberal mempunyai akar
sejarah sangat panjang dalam sejarah peradaban Barat yang Kristen. Munculnya
ideologi ini disebabkan karena ketatnya peraturan sehingga membuat kekuasaan
bersifat otoriter, tanpa memberikan kebebasan berpikir kepada rakyatnya. Salah
satu yang menganut ideologi liberalisme adalah Amerika. Kebebasan telah muncul sejak adanya manusia di dunia,
karena pada hakikatnya manusia selalu mencari kebebasan bagi dirinya sendiri.
Bentuk kebebasan dalam politik pada zaman dahulu adalah penerapan demokrasi di Athena
dan Roma. Tetapi, kemunculan liberalisme sebagai sebuah paham pada abad
akhir abad 17, berhubungan dengan runtuhnya feodalisme di Eropa dan dimulainya
zaman Renaissance, lalu diikuti dengan gerakan politik masa Revolusi Prancis.
Pada tiga abad pertama Masehi, agama
Kristen mengalami penindasan di bawah Imperium Romawi sejak berkuasanya Kaisar
Nero (tahun 65). Kaisar Nero bahkan memproklamirkan agama Kristen sebagai suatu
kejahatan. Menurut Abdulah Nashih Ulwan (1996:71), pada era awal ini pengamalan
agama Kristen sejalan dengan Injil Matius yang menyatakan,”Berikanlah kepada
Kaisar apa yang menjadi milik Kaisar dan berikanlah kepada Tuhan apa yang
menjadi milik Tuhan
Namun kondisi tersebut berubah pada
tahun 313, ketika Kaisar Konstantin mengeluarkan dekrit Edict of Milan untuk
melindungi agama Nasrani. Selanjutnya pada tahun 392 keluar Edict of Theodosius
yang menjadikan agama Nasrani sebagai agama negara (state-religion) bagi
Imperium Romawi. Pada tahun 476 Kerajaan Romawi Barat runtuh dan dimulailah
Abad Pertengahan (Medieval Ages) atau Abad Kegelapan (Dark Ages). Sejak itu
Gereja Kristen mulai menjadi institusi dominan. Dengan disusunnya sistem kepausan (papacy power) oleh
Gregory I (540-609 M), Paus pun dijadikan sumber kekuasaan agama dan kekuasaan
dunia dengan otoritas mutlak tanpa batas dalam seluruh sendi kehidupan,
khususnya aspek politik, sosial, dan pemikiran. Abad Pertengahan itu ternyata
penuh dengan penyimpangan dan penindasan oleh kolaborasi Gereja dan
raja/kaisar, seperti kemandegan ilmu pengetahuan dan merajalelanya surat
pengampunan dosa. Maka Abad Pertengahan pun meredup dengan adanya upaya koreksi
atas Gereja yang disebut gerakan Reformasi Gereja (1294-1517), dengan tokohnya
semisal Marthin Luther (1546), Zwingly (1531), dan John Calvin (1564). Gerakan
ini disertai dengan munculnya para pemikir Renaissans pada abad XVI seperti
Machiaveli (1528) dan Michael Montaigne (1592), yang menentang dominasi Gereja,
menghendaki disingkirkannya agama dari kehidupan, dan menuntut kebebasan.
Selanjutnya pada era Pencerahan
(Enlightenment) abad XVII-XVIII, seruan untuk memisahkan agama dari kehidupan
semakin mengkristal dengan tokohnya Montesquieu (1755), Voltaire (1778), dan
Rousseau (1778). Puncak penentangan terhadap Gereja ini adalah Revolusi Perancis
tahun 1789 yang secara total
akhirnya memisahkan Gereja dari masyarakat, negara, dan politik.
Dimana hal tersebut berawal dari
kaum Borjuis, Prancis pada abad ke-18 sebagai reaksi protes terhadap
kepincangan yang telah berakar lama di Prancis. Sebagai akibat warisan sejarah
masa lampau, di Prancis terdapat pemisahan dan perbedaan yang tajam sekali
antara golongan I dan II yang memiliki berbagai hak tanpa kewajiban dan
golongan III yang tanpa hak dan penuh dengan kewajiban. Golongan Borjuis
mengajak seluruh rakyat untuk menentang kekuasaan raja yang bertindak
sewenang-wenang dan kaum bangsawan dengan berbagai hak istimewanya guna
mendapatkan kebebasan berpolitik, berusaha, dan beragama. Gerakan ini diilhami
oleh pendapat Voltaire, Montesquieu, dan J.J. Rousseau. Gerakan liberalisme
akhirnya meningkat menjadi gerakan politik dengan meletusnya Revolusi Prancis.
Pengaruh Liberalisme Terhadap
Sektor-Sektor di Indonesia
Perkembangan zaman dan globalisasi
sebagai salah satu pengaruh yang menyebabkan perkembangan liberalisme masuk
yang mampu mempengaruhi sektor-sektor yang ada di Indonesia. Hal ini memiliki
unsur yang berkaitan dengan penjajahan dan kolonialisme. Terlebih lagi hal-hal
itu juga berkaitan dengan adanya perang dunia maka terjadinya paham baru yang
bernama liberalisme juga ada unsur berkaitan dengan perang dunia. Kemajuan
paham-paham yang ada di dunia ini merupakan salah satu bukti pemikiran manusia
yang kadang tertekan dengan paham atau aliran yang telah ada lebih dulu di
banding dengan aliran baru ini.Aliran liberalisme merupakan aliran yang tumbuh
akibat dari tekanan dari dogma agama yang senantiasa mempengaruhi masyarakat
pada masa itu. Masyarakat mulai tidak nyaman dengan adanya peraturan yang
mengutamakan agama dan gereja padahal jika di telaah namanya juga kehidupan dan
itu akan membuahkan pemikiran-pemikiran yang baru. Munculnya banyak filsuf juga
salah satu bukti akan memunculan paham liberalisme ini. Liberalisme adalah
aliran yang lahir dari tekanan dogma agama dan geraja. “Liberalisme aliran Adam
Smith ialah satu-satunya tugas negara yakni memelihara ketertiban umum dan
menegakkan hukum agar kehidupan ekonomi bisa berjalan dengan lancar”
(Notosusanto. 2010: 374).
Pengaruh liberalisme juga sedikit
banyak telah berkembang di Indonesia bahkan itu terjadi pada masa kolonialisme.
Hal ini terlihat dari beberapa bidang yang dijadikan sentral dalam masa
kolonialisme tersebut. Banyak kegiatan- kegiatan bidang tertentu yang telah
mengarahkan kondisi Indonesia pada asas yang menekankan aliran liberalisme.
Terlebih lagi jika dilihat dari sejarah negara Belanda, Belanda merupakan salah
satu negara yang menerapkan asas liberalisme dalam kehidupannya.Itu yang
menjadi pengaruh besar terhadap perkembangan liberalisme di Indonesia.
Perkembangan liberalisme di mulai sejak masa kolonialisme. Apalagi ditambah
dengan politik baru yang diterapkan di Indonesia yakni demokratis juga
memberikan warna baru dalam berkembangnya liberalisme. Dalam (Notosusanto.
2010: 371) mengatakan bahwa “sistem ekonomi kolonial antara tahun- tahun 1870
dan 1900 pada umumnya di sebut sistem liberalisme, maksudnya pada masa tersebut
untuk pertama kalinya sejarah kolonial paham liberalisme di terapkan dalam
bidang ekonomi dalam sektor permodalan dan perkebunan”.
Dalam Bidang Ekonomi
Belanda pertama datang ke Indonesia pada tahun
1596, yang diawali dengan ekspedisi, yang dilakukan oleh Cornelis de Hotman
dengan tujuan mencari rempah-rempah dan melakukan penjelajahan.Kolonisasi yang
dilakukan bangsa Belanda di Indonesia dimulai sejak VOC dibubarkan pada tanggal
31 Desember 1799, wilayah jajahan VOC diambil oleh pemerintah kolonial Belanda. Sehingga untuk menjalankan roda pemerintahan di
Indonesia, pemerintah Perancis (yang waktu itu menguasai Belanda) mengirimkan
Deandles di Indonesia dengan tugas:
ü Mempertahankan pulau Jawa dari serangan Inggris.
ü Memperbaiki pemerintahan di Indonesia.
Untuk merealisasi tugas tersebut
Deandeles melakukan langkah sebagai berikut:
ü Untuk pertahanan pulau Jawa dibuat
jalan Anyer-Panarukan dengan menggerakkan kerja paksa.
ü Dibangun pabrik persenjataan di Gresik
(Surabaya) dan Semarang.
ü Dibangun pankalan angkatan laut di
Ujungkulon.
o
Dalam bidang Ekonomi
ü Melanjutkan
pelaksanaan contingenten (pajak in natural) dan sistem penyerahan wajib
tanah wajib kopi di Periangan.
ü Penjualan tanah yang luas kepada
partikuler
ü Dikeluarkanya uang kertas
Daendles pada “masa
pemerintahannya dikenal sebagai penguasa pemerintahan yang sangat disiplin,
keras dan kejam. Oleh karena itu, Ia disebut sebagai gubernur jendral bertangan
besi.Akan tetapi dalam tugas perintahnya Daendles melakukan kesalahan, menjual
tanah milik negara kepada pengusaha asing dimana dia tanpa sengaja telah
melanggar undang-undang negara. Oleh karena itu, pemerintah Belanda memanggil
kembali Daendles ke negeri Belanda. Daendles berkuasa di Indonesia pada tahun
1808-1811”(Suwanto, dkk, 1997: 25).
Sesuai dengan
tuntutan kaum liberal, maka pemerintah kolonial segera memberikan peluang
kepada usaha dan modal swasta untuk sepenuhnya menanamkan modal mereka dalam
berbagai usaha dan kegiatan di Indonesia, terutama di daerah perkebunan besar
di Jawa maupun di luar Jawa.“Dengan dikeluarkannya Undang-undang Agraria tahun
1870, Indonesia memasuki zaman penjajahan baru. Sejak tahun 1870 di Indonesia telah diterapkan opendeur
politiek, yaitu politik pintu terbuka terhadap modal-modal swasta asing. Selama
periode tahun 1870 dan 1900 Indonesia terbuka bagi modal swasta Barat, karena
itulah maka masa ini sering disebut zaman liberalisme” (Marwati Djoened. 1993).
Hal itu berarti Indonesia dijadikan tempat untuk berbagai kepentingan, anatara
lain berikut ini:
Ø Tempat mendapatkan bahan mentah atau
bahan baku industri di Eropa.
Ø Tempat mendapatkan tenaga kerja yang
murah.
Ø Menjadi tempat pemasaran
barang-barang produksi Eropa.
Ø Menjadi tempat penanaman modal
asing.
Di samping modal swasta Belanda
sendiri, modal swasta asing lain juga masuk ke Indonesia, misalnya modal dari
Inggris, Amerika, Jepang, dan Belgia. Modal-modal asing tersebut tertanam pada
sector-sektor pertanian dan pertambangan, antara lain karet, teh, kopi,
tembakau, tebu, timah dan minyak.Akibatnya perkebunan-perkebunan dibangun
secara luas dan meningkat pesat.Misalnya, “perkebunan tebu sejak tahun 1870
mengalami perluasan dan kenaikan produksi yang pesat, khususnya di
Jawa.Demikian pula perkebuunan teh dan tembakau mengalami perkembangan yang
pesat.Sejak semula tembakau telah ditanam di daerah Yogyakarta dan
Surakarta.Sejak tahun 1870 perkebunan itu diperluas sampai ke daerah Besuki
(Jawa Timur) dan daerah Deli (Sumatra Timur).Hasil-hasil bumi penting yang
lainnya adalah kina, kakao, kapas, minyak sawit, gambir, minyak serai, karet,
dll.lalu dibuka pula pertambangan mas, timah, dan minyak” (Pane, Sanusi. 1980)
Selama perang Jawa berlangsung pihak
Belanda memikirkan berbagai rencana. Semuannya memiliki sasaran umum, yaitu
bagaimana Belanda memperoleh keuntungan dari daerah tropis dalam jumlah dan
harga yang tepat. Pemikiran orang Belanda sejak pemikirannya ketika akan
melakukan pelayaran. Dengan sistem azas liberal yang telah di miliki oleh
Belanda, dengan mudah menepatkan koloninya dengan azas yang sama pula. “Pada
tahun tahun 1829 Johannes van den Bosch (1780-1844) menyampaikan kepada raja
Belanda mengenai usulan-usulan yang dikenal dengan simten culturestelsel
(sistem penanaman). Bulan Januari 1830 van de Bosch tiba di Jawa sebagi
Gubernur Jenderal yang baru. Rencana van de Bosch bahwa setiap desa harus
menyisihkan sebagian dari tanahnya guna komoditi ekspor untuk dijual kepada
pemerintah kolonial dengan harga yang pasti dan menguntungkan bagi kolonial”
(Ricklefs. 1981). Dalam teorinya setiap pihak akan memperoleh keuntungan dari
sistem ini. Desa masih memiliki tanah yang cukup luas untuk kegunaannya sendiri
dan akan mendapatkan penghasilan dalam bentuk tunai.
Dampak cultuurstelsel terhadap
orang-orang Jawa dan Sunda di seluruh Jawa sangat beraneka ragam, sedangkan
bagi kaum elit bangsawan di seluruh Jawa zaman ini benar-benar menguntungkan.
Kedudukan mereka menjadi aman dan penggantian secara turun temurun untuk
jabatan-jabatan resmi menjadi norma, tetapi mereka tergantung secara langsung
kepada kekuasan Belanda untuk kedudukan dan penghasilan mereka. Upaya menentang
Cultuurstelsel kini muncul di negeri Belanda.Pemerintah mulai menjadi bimbang
apakah sisitem ini masih dapat dipertahankan lebih lama lagi.Pada tahun 1848
untuk pertama kalinya konstitusi liberal memberikan parlemen Belanda
(Staten-Generaal) peranan yang berpengaruh dalam urusan-urusan penjajahan.
Mereka mendesak di adakannya suatu pembaharuan liberal: pengurangan peranan
pemerintah dalam perekonomian kolonial secara drastis, pembebasan terhadap pembatasan-pembatasan
perusahaan swasta di Jawa dan Sunda. Pada tahun 1860 Eduard Douwes Dekker
menerbitkan buku berjudul Max Havelaar.Akan tetapi, kaum Liberal menghadapi
suatu dilema, mereka ingin dibebaskan dari cultuurstelsel tetapi bukan dari
keuntungan-keuntungan yang di peroleh bangsa Belanda dari Jawa.Akhirnya
diputuskan untuk dihapuskannya cultuurstelsel dari sedikit demi
sedikit.Penghapusan di mulai dari komuditi yang paling sedikit mendatangkan
keuntungan yaitu lada, kemudian cengkih, nila, teh, dan seterusnya.
Dalam Bidang Politik
Penjajahan merupakan salah satu awal
munculnya aliran atau paham baru yang ada di Indonesia. Hal itu di bawa secara
paksa melalui kolonialisme khususnya oleh pemerintah kolonial Belanda. “Prinsip
negara telah muncul dalam UUD (undang-undang dasar) Belnda pada taun 1855 ayat
119 yang menyatakan bahwa pemerintah bersikap netral erhadap agama, artinya
tidak memihal satu atau bahkan mencapuri urusan agama itu sendiri. Hal ini juga
di kenal dengan paham sekular yang menjadi akar kemunculan paham liberalisme”
(Noer. 1991). Bahkan prinsip dari sekular itu dapat dilihat melalui rekomendasi
Snouck Hurgronje kepada pemerintah kolonial melalui Islam Politik, yakni
kebijakan pemerintah kolonial dalam menangani masalah islam di Indonesia.
“Kebijakan ini menindas islam sebagai ekspresi politik, inti islam politik”
(Pieor. 1924 dalam Suhelmi 2007) ialah:
o Dalam bidang ibadah murni, pemerintah hendaknya memberikan
kebebasan, sepanjang tidak menganggu kekuasaan pemerintah Belanda
o Dalam bidang kemasyarakatan, pemerintah hendaknya
memanfaatkan adat istiadat atau kebiasaan rakyat agar rakyat bisa mendekati
Belanda.
o Dalam bidang politik atau
kenegaraan, pemerintah
harus mencegah setiap upaya yang akan membawa rakyat pada fanatisme
Dengan berjalannya politik etis di
Indonesia yang di laksanakan oleh pemerintah kolonial Belanda di awal abad XX
semakin menekankan liberalisme di Indonesia. “Salah satu bentuk kebijakan yang
di terapkan oleh kolonial Belanda ialah unifikasi, upaya mengikat negeri
jajahan atau koloninya dengan penjajahnya, jadi bisa di pastikan negara koloni
itu terikat oleh negara jajahan dengan menyampaikan kebudayaan Barat kepada
orang Indonesia. Pendidikan, sebagaimana menjadi cara yang tepat agar rakyat
Indonesia dengan pemikiran penjajah memiliki perspektif yang cenderung sama”
(Noer. 1991: 183). Bahkan dengan kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945
seharusnay menjadi momentum yang tepat untuk menghapus penjajahan secara total,
termasuk mancabut pemikiran sekular-liberal yang ditanamkan oleh penjajah.
Namun entah kenapa kemerdekaan ini hanya di jadikan sebagai pergantian rezim
yang berkuasa, bukan mengganti sistem atau ideologi penjajah itu sendiri.
Pemerintahan memang berganti, tapi ideologi tetap sekular-liberal.
“Ketersesatan sejarah Indonesia itu
terjadi karena saat menjelang proklamasi (seperti dalam sidang BPUPKI),
kelompok sekular dengan tokohnya Soekarno, Hatta, Ahmad Soebarjoe dan M. Yamin
telah menangkan kompetensi politik melawan kelompok islam dengan tokoh Abdul
Kahar Muzakhir, H. Agus Salim, Abdul Wahid Hasyim dan Abikoesno Tjokrosoejoso”
(Anshari. 1997: 42). Hal ini yang berdampak terhadap perkembangan bidang-bidang
di Indonesia selanjutnya. Kemenangan yang di ciptakan oleh para tokoh merupakan
awal dari salah satu perkenalan paham liberal setelah Indonesia selesai di
jajah oleh para kolonialisme. Kejadian itu semakin membuat politik Indonesia
lebih bersifat liberal. “Dalam politik, liberalisme ini nampak dalam sistem
demokrasi liberal yang memisahkan agama dari negara sebagai titik tolak
pandangan dan selalu mengagungkan kebebasan individu itu sendiri” (Audi. 2002
dalam Suhelmi 2007).
Akibat
Liberalisme Terhadap Kehidupan Rakyat Indonesia
Pelaksanaan politik liberal membawa akibat sebagai berikut:
o
Bagi Belanda
§ Memberikan
keuntungan yang sangat besar kepada kaum swasta Belanda dan pemerintah kolonial
Belanda.
§ Hasil-hasil
produksi perkebunan dan pertambangan mangalir ke negeri Belanda.
§ Negeri
Belanda manjadi pusat perdagangan hasil dari tanah jajahan.
o
Bagi rakyat Indonesia
§ Kemerosotan
tingkat kesejahteraan penduduk. Pendapatan penduduk Jawa pada awal abad ke-20
setiap keluarga untuk satu tahun sebesar 80 gulden. Dari jumlah tersebut masih
dikurangi untuk membayar pajak kepada pemerintah sebesar 16 gulden. Penduduk
hidup dalam kemiskinan.
§ Krisis
perkebunan tahun 1885 akibat jatuhnya harga kopi dan gula berakibat buruk bagi
penduduk. Krisis ini juga mengakibatkan perusahaan-perusahaan mengadakan
penghematan, misalnya dengan jalan menekan uang sewa tanah dan upah kerja di
perkebunan dan pabrik-pabrik.
§ Sistem
perpajakan yang sangat memberatkan penduduk.
§ Dalam
mengurusi pemerintahan di daerah luar Jawa selama abad ke 19, pemerintah
Belanda mengerahkan beban dan keuangannya dari daerah Jawa, sehingga tidak
secara langsung Jawa harus menanggung beban kekurangan untuk pembiayaan
pemerintah Belanda terutama dalam perang-perang kolonial untuk menguasai daerah
tersebut.
§ Adanya
pertambahan penduduk yang meningkatnya dalam abad ke 19. Sementara itu jumlah
produksi pertanian menurun.
§ Menurunnya
usaha kerajinan rakyat karena kalah bersaing dengan banyak barag-barang impor
dari Eropa.
§ Pengangkutan
dengan gerobak menjadi merosot penghasilannya setelah adanya kereta api.
§ Rakyat
menderita akibat diterapkannya kerja rodi dan adanya hukuman berat (Poenale
Sanctie).
Pemikiran liberal (liberalisme)
adalah satu nama di antara nama-nama untuk menyebut ideologi Dunia Barat yang
berkembang sejak masa Reformasi Gereja dan Renaissans yang menandai berakhirnya
Abad Pertengahan (abad V-XV). Disebut liberal, yang secara harfiah berarti
“bebas dari batasan” (free from restraint),
karena liberalisme menawarkan konsep kehidupan yang bebas dari pengawasan
gereja dan raja. (Adams, 2004:20). Ini berkebalikan total dengan kehidupan
Barat Abad Pertengahan ketika gereja dan raja mendominasi seluruh segi
kehidupan manusia.
Terbentuknya suatu negara merupakan
kehendak dari individu-individu. OLeh karena itu, yang berhak mengatur dan
menentukan segala-galanya adalah individu-individu tersebut. Dengan kata lain,
kekuasaan tertinggi (kedaulatan) dalam suatu negara berada di tangan
rakyat (demokrasi). Agar supaya kebebasan, kemerdekaan individu tetap dijamin
dan dihormati sehingga harus dibentuk undang-undang, hukum, parlemen, dan
sebagainya. Dengan demikian, yang dikehendaki oleh golongan liberal adalah
demokrasi liberal. Hal ini seperti yang berlaku di negara-negara Eropa Barat
dan Amerika Serikat.
Perkembangan zaman dan globalisasi sebagai salah
satu pengaruh yang menyebabkan perkembangan liberalisme masuk yang mampu
mempengaruhi sektor-sektor yang ada di Indonesia. Hal ini memiliki unsur yang
berkaitan dengan penjajahan dan kolonialisme. Terlebih lagi hal-hal itu juga
berkaitan dengan adanya perang dunia maka terjadinya paham baru yang bernama
liberalisme juga ada unsur berkaitan dengan perang dunia. Kemajuan paham-paham
yang ada di dunia ini merupakan salah satu bukti pemikiran manusia yang kadang
tertekan dengan paham atau aliran yang telah ada lebih dulu di banding dengan
aliran baru ini.Aliran liberalisme merupakan aliran yang tumbuh akibat dari
tekanan dari dogma agama yang senantiasa mempengaruhi masyarakat pada masa itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar