Selasa, 16 Desember 2014

LIBERALISME

Liberalisme adalah suatu paham yang menghendaki adanya kebebasan individu dalam segala bidang.Menurut paham ini titik pusat dalam hidup ini adalah individu. Karena ada individu maka masyarakat dapat tersusun dan karena individu pula negara dapat terbentuk. Oleh karena itu, masyarakat atau negara harus selalu menghormati dan melindungi kebebasan kemerdekaan individu. Setiap individu harus memiliki kebebasan kemerdekaan, seperti dalam bidang politik, ekonomi, dan agama.
Terbentuknya suatu negara merupakan kehendak dari individu- individu.Oleh karena itu, yang berhak mengatur dan menentukan segala-galanya adalah individu-individu tersebut. Dengan kata lain, kekuasaan tertinggi (kedaulatan) dalam suatu negara berada di tangan
rakyat (demokrasi). Agar supaya kebebasan, kemerdekaan individu tetap dijamin dan dihormati sehingga harus dibentuk undang-undang, hukum, parlemen, dan sebagainya.Dengan demikian, yang dikehendaki oleh golongan liberal adalah demokrasi liberal.Hal ini seperti yang berlaku di negara-negara Eropa Barat dan Amerika Serikat.

Sejarah Lahirnya Paham Liberalisme
Liberalisme atau Liberal adalah sebuah ideologi, pandangan filsafat, dan tradisi politik yang didasarkan pada pemahaman bahwa kebebasan dan persamaan hak adalah nilai politik yang utama. Secara umum, liberalisme mencita-citakan suatu masyarakat yang bebas, dicirikan oleh kebebasan berpikir bagi para individu. Paham liberalisme menolak adanya pembatasan, khususnya dari pemerintah dan agama (Sukarna, 1981). Dalam masyarakat modern, liberalisme akan dapat tumbuh dalam sistem demokrasi, hal ini dikarenakan keduanya sama-sama didasarkan pada kebebasan mayoritas.
Pemikiran liberal (liberalisme) adalah satu nama di antara nama-nama untuk menyebut ideologi Dunia Barat yang berkembang sejak masa Reformasi Gereja dan Renaissans yang menandai berakhirnya Abad Pertengahan (abad V-XV). Disebut liberal, yang secara harfiah berarti “bebas dari batasan” (free from restraint), karena liberalisme menawarkan konsep kehidupan yang bebas dari pengawasan gereja dan raja. (Adams, 2004:20). Ini berkebalikan total dengan kehidupan Barat Abad Pertengahan ketika gereja dan raja mendominasi seluruh segi kehidupan manusia.
 Menurut Sukarna (1981) ada tiga hal yang mendasar dari Ideologi Liberalisme yakni Kehidupan, Kebebasan dan Hak Milik (Life, Liberty and Property).
 Dibawah ini, adalah nilai-nilai pokok yang bersumber dari tiga nilai dasar Liberalisme tadi:
·      Kesempatan yang sama. (Hold the Basic Equality of All Human Being).
Bahwa manusia mempunyai kesempatan yang sama, di dalam segala bidang kehidupan baik politik, sosial, ekonomi dan kebudayaan. Namun karena kualitas manusia yang berbeda-beda, sehingga dalam menggunakan persamaan kesempatan itu akan berlainan tergantung kepada kemampuannya masing-masing. Terlepas dari itu semua, hal ini (persamaan kesempatan) adalah suatu nilai yang mutlak dari demokrasi.
·      Treat the Others Reason Equally (Perlakuan yang sama)
Dengan adanya pengakuan terhadap persamaan manusia, dimana setiap orang mempunyai hak yang sama untuk mengemukakan pendapatnya, maka dalam setiap penyelesaian masalah-masalah yang dihadapi baik dalam kehidupan politik, sosial, ekonomi, kebudayaan dan kenegaraan dilakukan secara diskusi dan dilaksanakan dengan persetujuan – dimana hal ini sangat penting untuk menghilangkan egoisme individu.
·      Government by the Consent of The People or The Governed (pemerintahan dengan persetujuan dari yang diperintah)
Pemerintah harus mendapat persetujuan dari yang diperintah. Pemerintah tidak boleh bertindak menurut kehendaknya sendiri, tetapi harus bertindak menurut kehendak rakyat.
·      Berjalannya hukum (The Rule of Law).
Fungsi Negara adalah untuk membela dan mengabdi pada rakyat. Terhadap hal asasi manusia yang merupakan hukum abadi dimana seluruh peraturan atau hukum dibuat oleh pemerintah adalah untuk melindungi dan mempertahankannya. Maka untuk menciptakan rule of law, harus ada patokan terhadap hukum tertinggi (Undang-undang), persamaan dimuka umum, dan persamaan sosial.
·      Yang menjadi pemusatan kepentingan adalah individu (The Emphasis of Individual)
·      Negara hanyalah alat (The State is Instrument).
 Negara itu sebagai suatu mekanisme yang digunakan untuk tujuan-tujuan yang lebih besar dibandingkan negara itu sendiri. Di dalam ajaran Liberal Klasik, ditekankan bahwa masyarakat pada dasarnya dianggap, dapat memenuhi dirinya sendiri, dan negara hanyalah merupakan suatu langkah saja ketika usaha yang secara sukarela masyarakat telah mengalami kegagalan.
·      Dalam liberalisme tidak dapat menerima ajaran dogmatisme (Refuse Dogatism).
 Hal ini disebabkan karena pandangan filsafat dari John Locke (1632 – 1704) yang menyatakan bahwa semua pengetahuan itu didasarkan pada pengalaman. Dalam pandangan ini, kebenaran itu adalah berubah.         
            Sedangkan menurut Ramlan Subakti (2010: 45) ciri-ciri ideologi liberal sebagai berikut. Pertama, demokrasi merupakan bentuk pemerintahan yang lebih baik. Kedua, anggota masyarakat memiliki kebebasan intelektual penuh, termasuk kebebasan berbicara, kebebasan beragamadan kebebasan pers. Ketiga, pemerintah hanya mengatur kehidupan masyarakat secara terbatas. Keputusan yang dibuat hanya sedikit untuk rakyat, sehingga rakyat dapat belajar membuat keputusan untuk dirinya sendiri. Keempat, kekuasaan dari seseorang terhadap orang lain merupakan hal yang buruk. Oleh karena itu pemerintah dijalankan sedemikian rupa sehingga penyalahgunaan kekuasaan dapat dicegah. Pendek kata, kekuasaan dicurigai sebagai cenderung disalahgunakan, dan karena itu sejauh mungkin dibatasi. Kelima, suatu masyarakat dikatakan berbahagia kalau masyarakat secara keseluruhan berbahagia, kebahagiaan sebagian besar individu belum tentu maksimal.  
Ada dua macam Liberalisme, yakni Liberalisme Klasik dan Liberallisme Modern. Liberalisme Klasik timbul pada awal abad ke 16. Sedangkan Liberalisme Modern mulai muncul sejak abad ke-20. Namun, bukan berarti setelah ada Liberalisme Modern, Liberalisme Klasik akan hilang begitu saja atau tergantikan oleh Liberalisme Modern, karena hingga kini, nilai-nilai dari Liberalisme Klasik itu masih ada. Liberalisme Modern tidak mengubah hal-hal yang mendasar, hanya mengubah hal-hal lainnya atau dengan kata lain, nilai intinya (core values) tidak berubah hanya ada tambahan-tanbahan saja dalam versi yang baru. Jadi sesungguhnya, masa Liberalisme Klasik itu tidak pernah berakhir.
Dalam Liberalisme Klasik, keberadaan individu dan kebebasannya sangatlah diagungkan. Setiap individu memiliki kebebasan berpikir masing-masing yang akan menghasilkan paham baru. Ada dua paham, yakni demokrasi (politik) dan kapitalisme (ekonomi). Meskipun begitu, bukan berarti kebebasan yang dimiliki individu itu adalah kebebasan yang mutlak, karena kebebasan itu adalah kebebasan yang harus dipertanggungjawabkan. Jadi, tetap ada keteraturan di dalam ideologi ini, atau dengan kata lain, bukan bebas yang sebebas-bebasnya.
Pemikiran liberal mempunyai akar sejarah sangat panjang dalam sejarah peradaban Barat yang Kristen. Munculnya ideologi ini disebabkan karena ketatnya peraturan sehingga membuat kekuasaan bersifat otoriter, tanpa memberikan kebebasan berpikir kepada rakyatnya. Salah satu yang menganut ideologi liberalisme adalah Amerika. Kebebasan telah muncul sejak adanya manusia di dunia, karena pada hakikatnya manusia selalu mencari kebebasan bagi dirinya sendiri. Bentuk kebebasan dalam politik pada zaman dahulu adalah penerapan demokrasi di Athena dan Roma. Tetapi, kemunculan liberalisme sebagai sebuah paham  pada abad akhir abad 17, berhubungan dengan runtuhnya feodalisme di Eropa dan dimulainya zaman Renaissance, lalu diikuti dengan gerakan politik masa Revolusi Prancis.
Pada tiga abad pertama Masehi, agama Kristen mengalami penindasan di bawah Imperium Romawi sejak berkuasanya Kaisar Nero (tahun 65). Kaisar Nero bahkan memproklamirkan agama Kristen sebagai suatu kejahatan. Menurut Abdulah Nashih Ulwan (1996:71), pada era awal ini pengamalan agama Kristen sejalan dengan Injil Matius yang menyatakan,”Berikanlah kepada Kaisar apa yang menjadi milik Kaisar dan berikanlah kepada Tuhan apa yang menjadi milik Tuhan
Namun kondisi tersebut berubah pada tahun 313, ketika Kaisar Konstantin mengeluarkan dekrit Edict of Milan untuk melindungi agama Nasrani. Selanjutnya pada tahun 392 keluar Edict of Theodosius yang menjadikan agama Nasrani sebagai agama negara (state-religion) bagi Imperium Romawi. Pada tahun 476 Kerajaan Romawi Barat runtuh dan dimulailah Abad Pertengahan (Medieval Ages) atau Abad Kegelapan (Dark Ages). Sejak itu Gereja Kristen mulai menjadi institusi dominan. Dengan disusunnya sistem kepausan (papacy power) oleh Gregory I (540-609 M), Paus pun dijadikan sumber kekuasaan agama dan kekuasaan dunia dengan otoritas mutlak tanpa batas dalam seluruh sendi kehidupan, khususnya aspek politik, sosial, dan pemikiran. Abad Pertengahan itu ternyata penuh dengan penyimpangan dan penindasan oleh kolaborasi Gereja dan raja/kaisar, seperti kemandegan ilmu pengetahuan dan merajalelanya surat pengampunan dosa. Maka Abad Pertengahan pun meredup dengan adanya upaya koreksi atas Gereja yang disebut gerakan Reformasi Gereja (1294-1517), dengan tokohnya semisal Marthin Luther (1546), Zwingly (1531), dan John Calvin (1564). Gerakan ini disertai dengan munculnya para pemikir Renaissans pada abad XVI seperti Machiaveli (1528) dan Michael Montaigne (1592), yang menentang dominasi Gereja, menghendaki disingkirkannya agama dari kehidupan, dan menuntut kebebasan.
Selanjutnya pada era Pencerahan (Enlightenment) abad XVII-XVIII, seruan untuk memisahkan agama dari kehidupan semakin mengkristal dengan tokohnya Montesquieu (1755), Voltaire (1778), dan Rousseau (1778). Puncak penentangan terhadap Gereja ini adalah Revolusi Perancis tahun 1789 yang secara total akhirnya memisahkan Gereja dari masyarakat, negara, dan politik.
Dimana hal tersebut berawal dari kaum Borjuis, Prancis pada abad ke-18 sebagai reaksi protes terhadap kepincangan yang telah berakar lama di Prancis. Sebagai akibat warisan sejarah masa lampau, di Prancis terdapat pemisahan dan perbedaan yang tajam sekali antara golongan I dan II yang memiliki berbagai hak tanpa kewajiban dan golongan III yang tanpa hak dan penuh dengan kewajiban. Golongan Borjuis mengajak seluruh rakyat untuk menentang kekuasaan raja yang bertindak sewenang-wenang dan kaum bangsawan dengan berbagai hak istimewanya guna mendapatkan kebebasan berpolitik, berusaha, dan beragama. Gerakan ini diilhami oleh pendapat Voltaire, Montesquieu, dan J.J. Rousseau. Gerakan liberalisme akhirnya meningkat menjadi gerakan politik dengan meletusnya Revolusi Prancis.

Pengaruh Liberalisme Terhadap Sektor-Sektor di Indonesia
Perkembangan zaman dan globalisasi sebagai salah satu pengaruh yang menyebabkan perkembangan liberalisme masuk yang mampu mempengaruhi sektor-sektor yang ada di Indonesia. Hal ini memiliki unsur yang berkaitan dengan penjajahan dan kolonialisme. Terlebih lagi hal-hal itu juga berkaitan dengan adanya perang dunia maka terjadinya paham baru yang bernama liberalisme juga ada unsur berkaitan dengan perang dunia. Kemajuan paham-paham yang ada di dunia ini merupakan salah satu bukti pemikiran manusia yang kadang tertekan dengan paham atau aliran yang telah ada lebih dulu di banding dengan aliran baru ini.Aliran liberalisme merupakan aliran yang tumbuh akibat dari tekanan dari dogma agama yang senantiasa mempengaruhi masyarakat pada masa itu. Masyarakat mulai tidak nyaman dengan adanya peraturan yang mengutamakan agama dan gereja padahal jika di telaah namanya juga kehidupan dan itu akan membuahkan pemikiran-pemikiran yang baru. Munculnya banyak filsuf juga salah satu bukti akan memunculan paham liberalisme ini. Liberalisme adalah aliran yang lahir dari tekanan dogma agama dan geraja. “Liberalisme aliran Adam Smith ialah satu-satunya tugas negara yakni memelihara ketertiban umum dan menegakkan hukum agar kehidupan ekonomi bisa berjalan dengan lancar” (Notosusanto. 2010: 374).
Pengaruh liberalisme juga sedikit banyak telah berkembang di Indonesia bahkan itu terjadi pada masa kolonialisme. Hal ini terlihat dari beberapa bidang yang dijadikan sentral dalam masa kolonialisme tersebut. Banyak kegiatan- kegiatan bidang tertentu yang telah mengarahkan kondisi Indonesia pada asas yang menekankan aliran liberalisme. Terlebih lagi jika dilihat dari sejarah negara Belanda, Belanda merupakan salah satu negara yang menerapkan asas liberalisme dalam kehidupannya.Itu yang menjadi pengaruh besar terhadap perkembangan liberalisme di Indonesia. Perkembangan liberalisme di mulai sejak masa kolonialisme. Apalagi ditambah dengan politik baru yang diterapkan di Indonesia yakni demokratis juga memberikan warna baru dalam berkembangnya liberalisme. Dalam (Notosusanto. 2010: 371) mengatakan bahwa “sistem ekonomi kolonial antara tahun- tahun 1870 dan 1900 pada umumnya di sebut sistem liberalisme, maksudnya pada masa tersebut untuk pertama kalinya sejarah kolonial paham liberalisme di terapkan dalam bidang ekonomi dalam sektor permodalan dan perkebunan”.
Dalam Bidang Ekonomi
Belanda pertama datang ke Indonesia pada tahun 1596, yang diawali dengan ekspedisi, yang dilakukan oleh Cornelis de Hotman dengan tujuan mencari rempah-rempah dan melakukan penjelajahan.Kolonisasi yang dilakukan bangsa Belanda di Indonesia dimulai sejak VOC dibubarkan pada tanggal 31 Desember 1799, wilayah jajahan VOC diambil oleh pemerintah kolonial Belanda. Sehingga untuk menjalankan roda pemerintahan di Indonesia, pemerintah Perancis (yang waktu itu menguasai Belanda) mengirimkan Deandles di Indonesia dengan tugas:
ü  Mempertahankan pulau Jawa dari serangan Inggris.
ü  Memperbaiki pemerintahan di Indonesia.
Untuk merealisasi tugas tersebut Deandeles melakukan langkah sebagai berikut:
ü  Untuk pertahanan pulau Jawa dibuat jalan Anyer-Panarukan dengan menggerakkan kerja paksa.
ü  Dibangun pabrik persenjataan di Gresik (Surabaya) dan Semarang.
ü  Dibangun pankalan angkatan laut di Ujungkulon.
o   Dalam bidang Ekonomi
ü  Melanjutkan pelaksanaan contingenten (pajak in natural) dan sistem penyerahan wajib tanah wajib kopi di Periangan.
ü  Penjualan tanah yang luas kepada partikuler
ü  Dikeluarkanya uang kertas
Daendles pada masa pemerintahannya dikenal sebagai penguasa pemerintahan yang sangat disiplin, keras dan kejam. Oleh karena itu, Ia disebut sebagai gubernur jendral bertangan besi.Akan tetapi dalam tugas perintahnya Daendles melakukan kesalahan, menjual tanah milik negara kepada pengusaha asing dimana dia tanpa sengaja telah melanggar undang-undang negara. Oleh karena itu, pemerintah Belanda memanggil kembali Daendles ke negeri Belanda. Daendles berkuasa di Indonesia pada tahun 1808-1811”(Suwanto, dkk, 1997: 25).
Sesuai dengan tuntutan kaum liberal, maka pemerintah kolonial segera memberikan peluang kepada usaha dan modal swasta untuk sepenuhnya menanamkan modal mereka dalam berbagai usaha dan kegiatan di Indonesia, terutama di daerah perkebunan besar di Jawa maupun di luar Jawa.“Dengan dikeluarkannya Undang-undang Agraria tahun 1870, Indonesia memasuki zaman penjajahan baru. Sejak tahun 1870 di Indonesia telah diterapkan opendeur politiek, yaitu politik pintu terbuka terhadap modal-modal swasta asing. Selama periode tahun 1870 dan 1900 Indonesia terbuka bagi modal swasta Barat, karena itulah maka masa ini sering disebut zaman liberalisme” (Marwati Djoened. 1993). Hal itu berarti Indonesia dijadikan tempat untuk berbagai kepentingan, anatara lain berikut ini:
Ø  Tempat mendapatkan bahan mentah atau bahan baku industri di Eropa.
Ø  Tempat mendapatkan tenaga kerja yang murah.
Ø  Menjadi tempat pemasaran barang-barang produksi Eropa.
Ø  Menjadi tempat penanaman modal asing.
Di samping modal swasta Belanda sendiri, modal swasta asing lain juga masuk ke Indonesia, misalnya modal dari Inggris, Amerika, Jepang, dan Belgia. Modal-modal asing tersebut tertanam pada sector-sektor pertanian dan pertambangan, antara lain karet, teh, kopi, tembakau, tebu, timah dan minyak.Akibatnya perkebunan-perkebunan dibangun secara luas dan meningkat pesat.Misalnya, “perkebunan tebu sejak tahun 1870 mengalami perluasan dan kenaikan produksi yang pesat, khususnya di Jawa.Demikian pula perkebuunan teh dan tembakau mengalami perkembangan yang pesat.Sejak semula tembakau telah ditanam di daerah Yogyakarta dan Surakarta.Sejak tahun 1870 perkebunan itu diperluas sampai ke daerah Besuki (Jawa Timur) dan daerah Deli (Sumatra Timur).Hasil-hasil bumi penting yang lainnya adalah kina, kakao, kapas, minyak sawit, gambir, minyak serai, karet, dll.lalu dibuka pula pertambangan mas, timah, dan minyak” (Pane, Sanusi. 1980)
Selama perang Jawa berlangsung pihak Belanda memikirkan berbagai rencana. Semuannya memiliki sasaran umum, yaitu bagaimana Belanda memperoleh keuntungan dari daerah tropis dalam jumlah dan harga yang tepat. Pemikiran orang Belanda sejak pemikirannya ketika akan melakukan pelayaran. Dengan sistem azas liberal yang telah di miliki oleh Belanda, dengan mudah menepatkan koloninya dengan azas yang sama pula. “Pada tahun tahun 1829 Johannes van den Bosch (1780-1844) menyampaikan kepada raja Belanda mengenai usulan-usulan yang dikenal dengan simten culturestelsel (sistem penanaman). Bulan Januari 1830 van de Bosch tiba di Jawa sebagi Gubernur Jenderal yang baru. Rencana van de Bosch bahwa setiap desa harus menyisihkan sebagian dari tanahnya guna komoditi ekspor untuk dijual kepada pemerintah kolonial dengan harga yang pasti dan menguntungkan bagi kolonial” (Ricklefs. 1981). Dalam teorinya setiap pihak akan memperoleh keuntungan dari sistem ini. Desa masih memiliki tanah yang cukup luas untuk kegunaannya sendiri dan akan mendapatkan penghasilan dalam bentuk tunai.
Dampak cultuurstelsel terhadap orang-orang Jawa dan Sunda di seluruh Jawa sangat beraneka ragam, sedangkan bagi kaum elit bangsawan di seluruh Jawa zaman ini benar-benar menguntungkan. Kedudukan mereka menjadi aman dan penggantian secara turun temurun untuk jabatan-jabatan resmi menjadi norma, tetapi mereka tergantung secara langsung kepada kekuasan Belanda untuk kedudukan dan penghasilan mereka. Upaya menentang Cultuurstelsel kini muncul di negeri Belanda.Pemerintah mulai menjadi bimbang apakah sisitem ini masih dapat dipertahankan lebih lama lagi.Pada tahun 1848 untuk pertama kalinya konstitusi liberal memberikan parlemen Belanda (Staten-Generaal) peranan yang berpengaruh dalam urusan-urusan penjajahan. Mereka mendesak di adakannya suatu pembaharuan liberal: pengurangan peranan pemerintah dalam perekonomian kolonial secara drastis, pembebasan terhadap pembatasan-pembatasan perusahaan swasta di Jawa dan Sunda. Pada tahun 1860 Eduard Douwes Dekker menerbitkan buku berjudul Max Havelaar.Akan tetapi, kaum Liberal menghadapi suatu dilema, mereka ingin dibebaskan dari cultuurstelsel tetapi bukan dari keuntungan-keuntungan yang di peroleh bangsa Belanda dari Jawa.Akhirnya diputuskan untuk dihapuskannya cultuurstelsel dari sedikit demi sedikit.Penghapusan di mulai dari komuditi yang paling sedikit mendatangkan keuntungan yaitu lada, kemudian cengkih, nila, teh, dan seterusnya.
Dalam Bidang Politik
Penjajahan merupakan salah satu awal munculnya aliran atau paham baru yang ada di Indonesia. Hal itu di bawa secara paksa melalui kolonialisme khususnya oleh pemerintah kolonial Belanda. “Prinsip negara telah muncul dalam UUD (undang-undang dasar) Belnda pada taun 1855 ayat 119 yang menyatakan bahwa pemerintah bersikap netral erhadap agama, artinya tidak memihal satu atau bahkan mencapuri urusan agama itu sendiri. Hal ini juga di kenal dengan paham sekular yang menjadi akar kemunculan paham liberalisme” (Noer. 1991). Bahkan prinsip dari sekular itu dapat dilihat melalui rekomendasi Snouck Hurgronje kepada pemerintah kolonial melalui Islam Politik, yakni kebijakan pemerintah kolonial dalam menangani masalah islam di Indonesia. “Kebijakan ini menindas islam sebagai ekspresi politik, inti islam politik” (Pieor. 1924 dalam Suhelmi 2007)  ialah:
o   Dalam bidang ibadah murni, pemerintah hendaknya memberikan kebebasan, sepanjang tidak menganggu kekuasaan pemerintah Belanda
o   Dalam bidang kemasyarakatan,  pemerintah hendaknya memanfaatkan adat istiadat atau kebiasaan rakyat agar rakyat bisa mendekati Belanda.
o   Dalam bidang politik atau kenegaraan, pemerintah harus mencegah setiap upaya yang akan membawa rakyat pada fanatisme
Dengan berjalannya politik etis di Indonesia yang di laksanakan oleh pemerintah kolonial Belanda di awal abad XX semakin menekankan liberalisme di Indonesia. “Salah satu bentuk kebijakan yang di terapkan oleh kolonial Belanda ialah unifikasi, upaya mengikat negeri jajahan atau koloninya dengan penjajahnya, jadi bisa di pastikan negara koloni itu terikat oleh negara jajahan dengan menyampaikan kebudayaan Barat kepada orang Indonesia. Pendidikan, sebagaimana menjadi cara yang tepat agar  rakyat Indonesia dengan pemikiran penjajah memiliki perspektif yang cenderung sama” (Noer. 1991: 183). Bahkan dengan kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945 seharusnay menjadi momentum yang tepat untuk menghapus penjajahan secara total, termasuk mancabut pemikiran sekular-liberal yang ditanamkan oleh penjajah. Namun entah kenapa kemerdekaan ini hanya di jadikan sebagai pergantian rezim yang berkuasa, bukan mengganti sistem atau ideologi penjajah itu sendiri. Pemerintahan memang berganti, tapi ideologi tetap sekular-liberal.
“Ketersesatan sejarah Indonesia itu terjadi karena saat menjelang proklamasi (seperti dalam sidang BPUPKI), kelompok sekular dengan tokohnya Soekarno, Hatta, Ahmad Soebarjoe dan M. Yamin telah menangkan kompetensi politik melawan kelompok islam dengan tokoh Abdul Kahar Muzakhir, H. Agus Salim, Abdul Wahid Hasyim dan Abikoesno Tjokrosoejoso” (Anshari. 1997: 42). Hal ini yang berdampak terhadap perkembangan bidang-bidang di Indonesia selanjutnya. Kemenangan yang di ciptakan oleh para tokoh merupakan awal dari salah satu perkenalan paham liberal setelah Indonesia selesai di jajah oleh para kolonialisme. Kejadian itu semakin membuat politik Indonesia lebih bersifat liberal. “Dalam politik, liberalisme ini nampak dalam sistem demokrasi liberal yang memisahkan agama dari negara sebagai titik tolak pandangan dan selalu mengagungkan kebebasan individu itu sendiri” (Audi. 2002 dalam Suhelmi 2007).
Akibat Liberalisme Terhadap Kehidupan Rakyat Indonesia
Pelaksanaan politik liberal membawa akibat sebagai berikut:
o    Bagi Belanda
§   Memberikan keuntungan yang sangat besar kepada kaum swasta Belanda dan pemerintah kolonial Belanda.
§   Hasil-hasil produksi perkebunan dan pertambangan mangalir ke negeri Belanda.
§   Negeri Belanda manjadi pusat perdagangan hasil dari tanah jajahan.
o    Bagi rakyat Indonesia
§   Kemerosotan tingkat kesejahteraan penduduk. Pendapatan penduduk Jawa pada awal abad ke-20 setiap keluarga untuk satu tahun sebesar 80 gulden. Dari jumlah tersebut masih dikurangi untuk membayar pajak kepada pemerintah sebesar 16 gulden. Penduduk hidup dalam kemiskinan.
§   Krisis perkebunan tahun 1885 akibat jatuhnya harga kopi dan gula berakibat buruk bagi penduduk. Krisis ini juga mengakibatkan perusahaan-perusahaan mengadakan penghematan, misalnya dengan jalan menekan uang sewa tanah dan upah kerja di perkebunan dan pabrik-pabrik.
§   Sistem perpajakan yang sangat memberatkan penduduk.
§   Dalam mengurusi pemerintahan di daerah luar Jawa selama abad ke 19, pemerintah Belanda mengerahkan beban dan keuangannya dari daerah Jawa, sehingga tidak secara langsung Jawa harus menanggung beban kekurangan untuk  pembiayaan pemerintah Belanda terutama dalam perang-perang kolonial untuk menguasai daerah tersebut.
§   Adanya pertambahan penduduk yang meningkatnya dalam abad ke 19. Sementara itu jumlah produksi pertanian menurun.
§   Menurunnya usaha kerajinan rakyat karena kalah bersaing dengan banyak barag-barang impor dari Eropa.
§   Pengangkutan dengan gerobak menjadi merosot penghasilannya setelah adanya kereta api.
§   Rakyat menderita akibat diterapkannya kerja rodi dan adanya hukuman berat (Poenale Sanctie).

Pemikiran liberal (liberalisme) adalah satu nama di antara nama-nama untuk menyebut ideologi Dunia Barat yang berkembang sejak masa Reformasi Gereja dan Renaissans yang menandai berakhirnya Abad Pertengahan (abad V-XV). Disebut liberal, yang secara harfiah berarti “bebas dari batasan” (free from restraint), karena liberalisme menawarkan konsep kehidupan yang bebas dari pengawasan gereja dan raja. (Adams, 2004:20). Ini berkebalikan total dengan kehidupan Barat Abad Pertengahan ketika gereja dan raja mendominasi seluruh segi kehidupan manusia.
Terbentuknya suatu negara merupakan kehendak dari individu-individu. OLeh karena itu, yang berhak mengatur dan menentukan segala-galanya adalah individu-individu tersebut. Dengan kata lain, kekuasaan tertinggi (kedaulatan) dalam suatu negara berada di tangan  rakyat (demokrasi). Agar supaya kebebasan, kemerdekaan individu tetap dijamin dan dihormati sehingga harus dibentuk undang-undang, hukum, parlemen, dan sebagainya. Dengan demikian, yang dikehendaki oleh golongan liberal adalah demokrasi liberal. Hal ini seperti yang berlaku di negara-negara Eropa Barat dan Amerika Serikat.
Perkembangan zaman dan globalisasi sebagai salah satu pengaruh yang menyebabkan perkembangan liberalisme masuk yang mampu mempengaruhi sektor-sektor yang ada di Indonesia. Hal ini memiliki unsur yang berkaitan dengan penjajahan dan kolonialisme. Terlebih lagi hal-hal itu juga berkaitan dengan adanya perang dunia maka terjadinya paham baru yang bernama liberalisme juga ada unsur berkaitan dengan perang dunia. Kemajuan paham-paham yang ada di dunia ini merupakan salah satu bukti pemikiran manusia yang kadang tertekan dengan paham atau aliran yang telah ada lebih dulu di banding dengan aliran baru ini.Aliran liberalisme merupakan aliran yang tumbuh akibat dari tekanan dari dogma agama yang senantiasa mempengaruhi masyarakat pada masa itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar