Mungkin ini postingan pertama saya setelah mengenal blog. Nah, blog ini sbenernya buat sharing materi saya kuliah jadi ini dari makalah yang saya buat sebelumnya, kalo ada copy-paste sih saya minta maaf pada blogger yang nulis juga, tapi saya nuliskan sumber nya kok.
Oke langsung saja, materi sekarang tentang Berfikir Kritis.
1 Definisi Berpikir Kritis
Proses belajar
diperlukan untuk meningkatkan pemahaman terhadap materi yang dipelajari. Dalam
proses belajar terdapat pengaruh perkembangan mental yang digunakan dalam
berpikir atau perkembangan kognitif dan konsep yang digunakan dalam belajar.
Beberapa pengertian mengenai keterampilan berpikir kritis diantaranya:
1)
Beyer (1985). Berpikir kritis adalah kemampuan (1) menentukan
kredibilitas suatu sumber, (2) membedakan antara yang relevan dari yang tidak
relevan, (3) membedakan fakta dari penilaian, (4) mengidentifikasi dan
mengevaluasi asumsi yang tidak terucapkan, (5) mengidentifikasi bias yang ada,
(6) mengidentifikasi sudut pandang, dan (7) mengevaluasi bukti yang ditawarkan
untuk mendukung pengakuan.
2)
Halpern (1985). Berpikir kritis adalah pemberdayaan kognitif dalam mencapai
tujuan.
3)
Chance (1986). Berpikir kritis adalah
kemampuan untuk menganalisis fakta, mencetuskan dan menata gagasan, mempertahankan
pendapat, membuat perbandingan, menarik kesimpulan, mengevaluasi argumen dan
memecahkan masalah.
4)
Mertes (1991). Berpikir kritis adalah
sebuah proses yang sadar dan sengaja yang digunakan untuk menafsirkan dan
mengevaluasi informasi dan pengalaman dengan sejumlah sikap reflektif dan
kemampuan yang memandu keyakinan dan tindakan.
5)
Paul (1993). Berpikir kritis adalah
mode berpikir – mengenai hal, substansi atau masalah apa saja – di mana si
pemikir meningkatkan kualitas pemikirannya dengan menangani secara terampil
struktur-struktur yang melekat dalam pemikiran dan menerapkan standar-standar
intelektual padanya.
6)
Angelo (1995). Berpikir kritis adalah
mengaplikasikan rasional, kegiatan berpikir yang tinggi, meliputi kegiatan
menganalisis, mensintesis, mengenali permasalahan dan pemecahannya,
menyimpulkan serta mengevaluasi.
7)
Sedangkan
menurut Ennis (1996). Berpikir kritis adalah sebuah proses yang dalam
mengungkapakan tujuan yang dilengkapi alasan yang tegas tentang suatu
kepercayaan dan kegiatan yang telah dilakukan.
8)
Walker (2006). Berpikir kritis adalah
suatu proses intelektual dalam pembuatan konsep, mengaplikasikan, menganalisis,
mensintesis, dan atau mengevaluasi berbagai informasi yang didapat dari hasil
observasi, pengalaman, refleksi, di mana hasil proses ini diguanakan sebagai
dasar saat mengambil tindakan.
9)
Hassoubah (2007). Berpikir kritis adalah
kemampuan memberi alasan secara terorganisasi dan mengevaluasi kualitas
suatu alasan secara sistematis.
10)
Mustaji (2012). Berpikir kristis
adalah berpikir secara beralasan dan reflektif dengan menekankan pembuatan
keputusan tentang apa yang harus dipercayai atau dilakukan. Berikut adalah
contoh-contoh kemampuan berpikir kritis, misalnya (1) membanding dan
membedakan, (2) membuat kategori, (2) meneliti bagian-bagian kecil dan
keseluruhan, (3) menerangkan sebab, (4) membuat sekuen / urutan, (5) menentukan
sumber yang dipercayai, dan (6) membuat ramalan.
Berdasarkan
pengertian-pengertian keterampilan berpikir kritis di atas maka dapat dikatakan
bahwa keterampilan berpikir kritis merupakan keterampilan berpikir yang
melibatkan proses kognitif dan mengajak siswa untuk berpikir reflektif terhadap
permasalahan.
2 Ciri-Ciri Berpikir Kritis
Siswa
yang memiliki kemampuan berpikir kritis akan terpatri dalam watak dan
kepribadiannya dan terimplementasi dalam segala aspek kehidupannya. Kemampuan
berpikir kritis tiada lain adalah kemampuan siswa dalam menghimpun berbagai
informasi lalu membuat sebuah kesimpulan evaluatif dari berbagai informasi
tersebut (Dede Rosyada, 2004).
Beyer menegaskan
bahwa ada seperangkat keterampilan berpikir kritis yang dapat digunakan dalam
studi sosial atau untuk pembelajaran disiplin ilmu-ilmu sosial.
Keterampilan-keterampilan tersebut adalah: 1). Membedakan antara fakta dan
nilai dari suatu pendapat; 2). Menentukan reliabilitas sumber; 3). Menentukan
akurasi fakta dari suatu pernyataan; 4). Membedakan informasi yang relevan dari
yang tidak relevan; 5). Mendeteksi penyimpangan; 6). Mengidentifikasi asumsi
yang tidak dinyatakan; 7). Mengidentifikasi tuntutan dan argument yang tidak
jelas atau samar-samar; 8). Mengakui perbuatan yang keliru dan tidak konsisten;
9). Membedakan antara pendapat yang tidak dan dapat dipertanggungjawabkan; 10).
Menentukan kekuatan argumen.
Alec Fisher (2009: 7) menyebutkan
ciri-ciri kemampuan berpikir kritis sebagai berikut:
1)
Mengenal masalah
2)
Menemukan cara-cara yang dapat dipakai untuk
menangani masalah-masalah itu
3)
Mengumpulkan dan menyusun informasi yang
diperlukan.
4)
Mengenal asumsi-asumsi dan nilai-nilai yang tidak
dinyatakan.
5)
Memahami dan menggunakan bahasa yang tepat,
jelas, dan khas
6)
Menilai fakta dan mengevalusai
pernyataan-pernyataan
7)
Mengenal adanya hubungn yang logis antara
masalah-masalah
8)
Menarik kesimpulan-kesimpulan dan
kesamaaan-kesamaan yang diperlukan
9)
Menguji kesamaan-kesamaan
dan kesimpulan-kesimpulan yang seeorang ambil
10) Menyusun
kembali pola-pola keyakinan seseorang berdasarkan pengalaman yang
lebih luas k) Membuat penilaian yang tepat tentang hal-hal dan
kualitas-kualitas tertentu dalam kehidupan sehari-hari.
Ciri-ciri berpikir kritis menurut Cece Wijaya (1996:
72) adalah:
1)
Pandai mendeteksi masalah
2)
Mampu membedakan ide yang relevan dengan yang
tidak relevan
3)
Mampu membedakan fakta dengan fiksi atau pendapat
4)
Mampu mengidentifikasi perbedaan-perbedaan
atau kesenjangan-kesenjangan informasi
5)
Dapat membedakan argumentasi logis dan tidak
logis
6)
Dapat membedakan di antara kritik membangun dan
merusak
7)
Mampu menarik kesimpulan generalisasi dari data
yang telah tersedia dengan data yang diperoleh dari lapangan
8) Mampu menarik
kesimpulan dari data yang telah ada dan terseleksi.
Dasar-dasar ini yang pada prinsipnya perlu dikembangkan untuk melatih
kemampuan berpikir kritis kita. Jadi, berpikir kritis adalah bagaimana
menyeimbangkan aspek-aspek pemikiran yang ada di atas menjadi sesuatu yang
sistemik dan mempunyai dasar atau nilai ilmiah yang kuat. Selain itu, kita juga
perlu memperhitungkan aspek alamiah yang terdapat dalam diri manusia karena
hasil pemikiran kita tidak lepas dari hal-hal yang kita pikirkan.
3 Karakteristik Berfikir Kritis
Wade (1995) mengidentifikasi delapan karakteristik
berpikir kritis, yakni meliputi:
1)
Kegiatan merumuskan pertanyaan,
2)
Membatasi permasalahan,
3)
Menguji data-data,
4)
Menganalisis berbagai pendapat dan
bias,
5)
Menghindari pertimbangan yang sangat
emosional,
6)
Menghindari penyederhanaan
berlebihan,
7)
Mempertimbangkan berbagai
interpretasi, dan
8)
Mentoleransi ambiguitas.
Empat karakteristik utama
berpikir kritis menurut Nosich (dalam Swarma, 2009: 6), adalah:
1)
Berpikir kritis
adalah reflektif dan metakognitif.
2)
Berpikir kritis
mesti mengukur standar atau kriteria tertentu.
3)
Berpikir kritis
memuat persoalan autentik, dan
4)
Berpikir kritis
melibatkan pemikiran, fleksibilitas, dan penalaran.
Karakteristik lain yang berhubungan dengan
berpikir kritis, dijelaskan Beyer (1995) Yaitu:
a.
Watak
Seseorang
yang mempunyai keterampilan berpikir kritis mempunyai sikap skeptis, sangat
terbuka, menghargai sebuah kejujuran, respek terhadap berbagai data dan
pendapat, respek terhadap kejelasan dan ketelitian, mencari pandangan-pandangan
lain yang berbeda, dan akan berubah sikap ketika terdapat sebuah pendapat yang
dianggapnya baik.
b.
Kriteria
Dalam
berpikir kritis harus mempunyai sebuah kriteria atau patokan. Untuk sampai ke
arah sana maka harus menemukan sesuatu untuk diputuskan atau dipercayai.
Meskipun sebuah argumen dapat disusun dari beberapa sumber pelajaran, namun
akan mempunyai kriteria yang berbeda. Apabila kita akan menerapkan standarisasi
maka haruslah berdasarkan kepada relevansi, keakuratan fakta-fakta,
berlandaskan sumber yang kredibel, teliti, tidak bias, bebas dari logika yang
keliru, logika yang konsisten, dan pertimbangan yang matang.
c.
Argumen
Argumen
adalah pernyataan atau proposisi yang dilandasi oleh data-data. Keterampilan
berpikir kritis akan meliputi kegiatan pengenalan, penilaian, dan menyusun
argumen.
d.
Pertimbangan atau pemikiran
Yaitu
kemampuan untuk merangkum kesimpulan dari satu atau beberapa premis. Prosesnya
akan meliputi kegiatan menguji hubungan antara beberapa pernyataan atau data.
e. Sudut
pandang (point of view)
Sudut
pandang adalah cara memandang atau menafsirkan dunia ini, yang akan menentukan
konstruksi makna. Seseorang yang berpikir dengan kritis akan memandang sebuah
fenomena dari berbagai sudut pandang yang berbeda.
f.
Prosedur penerapan kriteria
(procedures for applying criteria)
Prosedur penerapan berpikir kritis sangat kompleks dan prosedural. Prosedur
tersebut akan meliputi merumuskan permasalahan, menentukan keputusan yang akan
diambil, dan mengidentifikasi perkiraan-perkiraan.
Pada dasarnya keterampilan berpikir kritis (abilities) Ennis (Costa,
1985) dikembangkan menjadi indikator-indikator keterampilan berpikir kritis
yang terdiri dari lima kelompok besar yaitu:
1. Memberikan penjelasan sederhana (elementary clarification).
2. Membangun keterampilandasar (basic support).
3. Menyimpulkan (interference).
4. Memberikan penjelasan lebih lanjut (advanced clarification).
5. Mengatur strategi dan taktik (strategy and tactics).
4 Tahapan Berfikir
Kritis
1.
Keterampilan Menganalisis
Keterampilan
menganalisis merupakan suatu keterampilan menguraikan sebuah struktur ke dalam
komponen-komponen agar mengetahui pengorganisasian struktur tersebut . Dalam
keterampilan tersebut tujuan pokoknya adalah memahami sebuah konsep global
dengan cara menguraikan atau merinci globalitas tersebut ke dalam bagian-bagian
yang lebih kecil dan terperinci. Pertanyaan analisis, menghendaki agar pembaca
mengindentifikasi langkah-langkah logis yang digunakan dalam proses berpikir
hingga sampai pada sudut kesimpulan (Harjasujana, 1987).
Kata-kata
operasional yang mengindikasikan keterampilan berpikir analitis, diantaranya:
menguraikan, membuat diagram, mengidentifikasi, menggambarkan, menghubungkan,
memerinci, dan sebagainya.
2.
Keterampilan Mensintesis
Keterampilan
mensintesis merupakan keterampilan yang berlawanan dengan keteramplian
menganallsis. Keterampilan mensintesis adalah keterampilan menggabungkan
bagian-bagian menjadi sebuah bentukan atau susunan yang baru. Pertanyaan
sintesis menuntut pembaca untuk menyatupadukan semua informasi yang diperoleh
dari materi bacaannya, sehingga dapat menciptakan ide-ide baru yang tidak
dinyatakan secara eksplisit di dalam bacaannya. Pertanyaan sintesis ini memberi
kesempatan untuk berpikir bebas terkontrol (Harjasujana, 1987).
3.
Keterampilan Mengenal dan Memecahkan
Masalah
Keterampilan
ini merupakan keterampilan aplikatif konsep kepada beberapa pengertian baru.
Keterampilan ini menuntut pembaca untuk memahami bacaan dengan kritis sehinga
setelah kegiatan membaca selesai siswa mampu menangkap beberapa pikiran pokok
bacaan, sehingga mampu mempola sebuah konsep. Tujuan keterampilan ini bertujuan
agar pembaca mampu memahami dan menerapkan konsep-konsep ke dalam permasalahan
atau ruang lingkup baru (Walker, 2001).
4.
Keterampilan Menyimpulkan
Keterampilan
menyimpulkan ialah kegiatan akal pikiran manusia berdasarkan
pengertian/pengetahuan (kebenaran) yang dimilikinya, dapat beranjak mencapai
pengertian/pengetahuan (kebenaran) yang baru yang lain (Salam, 1988: 68).
Berdasarkan pendapat tersebut dapat dipahami bahwa keterampilan ini menuntut
pembaca untuk mampu menguraikan dan memahami berbagai aspek secara bertahap
agar sampai kepada suatu formula baru yaitu sebuah simpulan. Proses pemikiran
manusia itu sendiri, dapat menempuh dua cara, yaitu : deduksi dan induksi.
Jadi, kesimpulan merupakan sebuah proses berpikir yang memberdayakan
pengetahuannya sedemikian rupa untuk menghasilkan sebuah pemikiran atau
pengetahuan yang baru.
5.
Keterampilan Mengevaluasi atau
Menilai
Keterampilan
ini menuntut pemikiran yang matang dalam menentukan nilai sesuatu dengan
berbagai kriteria yang ada. Keterampilan menilai menghendaki pembaca agar
memberikan penilaian tentang nilai yang diukur dengan menggunakan standar
tertentu (Harjasujana, 1987).
Berdasarkan taksonomi
belajar, menurut Bloom, keterampilan mengevaluasi merupakan tahap berpikir
kognitif yang paling tinggi. Pada tahap ini siswa ituntut agar ia mampu
mensinergikan aspek-aspek kognitif lainnya dalam menilai sebuah fakta atau
konsep.
Pengukuran
indikator-indikator yang dikemukan oleh beberapa ahli di atas dapat dilakukan
dengan menggunakan universal intellectual standars. Pernyataan ini diperkuat
oleh pendapat Paul (2000: 1) dan Scriven (2000: 1) yang menyatakan, bahwa
pengukuran keterampilan berpikir kritis dapat dilakukan dengan menjawab
pertanyaan: “Sejauh manakah siswa mampu menerapkan standar intelektual dalam
kegiatan berpikirnya”. Universal inlellectual standars adalah standardisasi
yang harus diaplikasikan dalam berpikir yang digunakan untuk mengecek kualitas
pemikiran dalam merumuskan permasalahan, isu-isu, atau situasi-situasi
tertentu. Berpikir kritis harus selalu mengacu dan berdasar kepada standar
tersebut (Eider dan Paul, 2001: 1). Berikut ini akan dijelaskan aspek-aspek
tersebut:
a.
Clarity (Kejelasan)
Kejelasan
merujuk kepada pertanyaan: “Dapatkah permasalahan yang rumit dirinci sampai
tuntas?”; “Dapatkah dijelaskan permasalahan itu dengan cara yang lain?”;
“Berikanlah ilustrasi dan contoh-contoh!”. Kejelasan merupakan pondasi
standardisasi. Jika pernyataan tidak jelas, kita tidak dapat membedakan apakah
sesuatu itu akurat atau relevan. Apabila terdapat pernyataan yang demikian,
maka kita tidak akan dapat berbicara apapun, sebab kita tidak memahami
pernyataan tersebut. Contoh, pertanyaan berikut tidak jelas: “Apa yang harus
dikerjakan pendidik dalam sistem pendidikan di Indonesia?” Agar pertanyaan itu
menjadi jelas, maka kita harus memahami betul apa yang dipikirkan dalam masalah
itu. Agar menjadi jelas, pertanyaan itu harus diubah menjadi, “Apa yang harus
dikerjakan oleh pendidik untuk memastikan bahwa siswanya benar-benar telah
mempelajari berbagai keterampilan dan kemampuan untuk membantu berbagai hal
agar mereka berhasil dalam pekerjaannya dan mampu membuat keputusan dalam
kehidupan sehari-hari?”.
b.
Accuracy (keakuratan, ketelitian,
kesaksamaan)
Ketelitian
atau kesaksamaan sebuah pernyataan dapat ditelusuri melalui pertanyaan: “Apakah
pernyataan itu kebenarannya dapat dipertanggungjawabkan?”; “Bagaimana cara
mengecek kebenarannya?”; “Bagaimana menemukan kebenaran tersebut?” Pernyataan
dapat saja jelas, tetapi tidak akurat, seperti dalam penyataan berikut, “Pada
umumnya anjing berbobot lebih dari 300 pon”.
c.
Precision (ketepatan)
Ketepatan
mengacu kepada perincian data-data pendukung yang sangat mendetail. Pertanyaan
ini dapat dijadikan panduan untuk mengecek ketepatan sebuah pernyataan. “Apakah
pernyataan yang diungkapkan sudah sangat terurai?”; “Apakah pernyataan itu
telah cukup spesifik?”. Sebuah pernyataan dapat saja mempunyai kejelasan dan ketelitian,
tetapi tidak tepat, misalnya “Aming sangat berat” (kita tidak mengetahui berapa
berat Aming, apakah satu pon atau 500 pon!)
d.
Relevance (relevansi, keterkaitan)
Relevansi
bermakna bahwa pernyataan atau jawaban yang dikemukakan berhubungan dengan pertanyaan
yang diajukan. Penelusuran keterkaitan dapat diungkap dengan mengajukan
pertanyaan berikut: “Bagaimana menghubungkan pernyataan atau respon dengan
pertanyaan?”; “Bagaimana hal yang diungkapkan itu menunjang permasalahan?”.
Permasalahan dapat saja jelas, teliti, dan tepat, tetapi tidak relevan dengan
permasalahan. Contohnya: siswa sering berpikir, usaha apa yang harus dilakukan
dalam belajar untuk meningkatkan kemampuannya. Bagaimana pun usaha tidak dapat
mengukur kualitas belajar siswa dan kapan hal tersebut terjadi, usaha tidak
relevan dengan ketepatan mereka dalam meningkatkan kemampuannya.
e.
Depth (kedalaman)
Makna
kedalaman diartikan sebagai jawaban yang dirumuskan tertuju kepada pertanyaan
dengan kompleks, Apakah permasalahan dalam pertanyaan diuraikan sedemikian
rupa? Apakah telah dihubungkan dengan faktor-faktor yang signifikan terhadap
pemecahan masalah? Sebuah pernyatan dapat saja memenuhi persyaratan kejelasan,
ketelitian, ketepatan, relevansi, tetapi jawaban sangat dangkal (kebalikan dari
dalam). Misalnya terdapat ungkapan, “Katakan tidak”. Ungkapan tersebut biasa
digunakan para remaja dalam rangka penolakan terhadap obat-obatan terlarang
(narkoba). Pernyataan tersebut cukup jelas, akurat, tepat, relevan, tetapi
sangat dangkal, sebab ungkapan tersebut dapat ditafsirkan dengan
bermacam-macam.
f.
Breadth (keluasaan)
Keluasan
sebuah pernyataan dapat ditelusuri dengan pertanyaan berikut ini. Apakah
pernyataan itu telah ditinjau dari berbagai sudut pandang?; Apakah memerlukan
tinjauan atau teori lain dalam merespon pernyataan yang dirumuskan?; Menurut
pandangan..; Seperti apakah pernyataan tersebut menurut… Pernyataan yang
diungkapkan dapat memenuhi persyaratan kejelasan, ketelitian, ketepatan,
relevansi, kedalaman, tetapi tidak cukup luas. Seperti halnya kita mengajukan
sebuah pendapat atau argumen menurut pandangan seseorang tetapi hanya
menyinggung salah satu saja dalam pertanyaan yang diajukan.
g.
Logic (logika)
Logika
bertemali dengan hal-hal berikut: Apakah pengertian telah disusun dengan konsep
yang benar?; Apakah pernyataan yang diungkapkan mempunyai tindak lanjutnya?
Bagaimana tindak lanjutnya? Sebelum apa yang dikatakan dan sesudahnya,
bagaimana kedua hal tersebut benar adanya? Ketika kita berpikir, kita akan
dibawa kepada bermacam-macam pemikiran satu sama lain. Ketika kita berpikir
dengan berbagai kombinasi, satu sama lain saling menunjang dan mendukung
perumusan pernyataan dengan benar, maka kita berpikir logis. Ketika berpikir
dengan berbagai kombinasi dan satu sama lain tidak saling mendukung atau
bertolak belakang, maka hal tersebut tidak logis.
5 Keterampilan Berfikir Kritis
Beyer (1988)
mengidentifikasi 10 keterampilan berpikir kritis yang dapat dipakai siswa untuk
menilai kebenaran pernyataan atau argumen, memahami iklan, dan sebagainya,
yaitu sebagai berikut:
1) Membedakan
mana fakta variabel dan pernyataan nilai.
2) Membedakan
informasi, pernyataan, atau alasan yang relevan, dari pernyataan atau alasan
yang tidak relevan.
3) Menentukan
apakah suatu fakta pernyataan itu tepat atau tidak.
4) Menentukan
apakah suatu sumber kredibel atau tidak.
5) Mengidentifikasi
argumen atau pernyataan yang ambigu (menyesatkan dan bermakna ganda).
6) Mengidentifikasi
asumsi-asumsi yang tidak secara langsung dinyatakan (tersirat).
7) Mendeteksi
adanya prasangka.
8) Mengidentifikasi
kesalahan logika.
9) Mengidentifikasi
tidak adanya konsistensi logika dalam suatu garis pemikiran atau ide.
10) Menentukan
kekuatan argumen atau pernyataan.
Perlu diperhatikan bahwa ke-10 keterampilan
di atas bukanlah suatu urutan atau tahapan, tetapi lebih pada
kemungkinan-kemungkinan cara yang dapat dipakai siswa untuk melakukan
pendekatan terhadap suatu informasi untuk mengevaluasi apakah informasi
tersebut betul atau dapat dipercaya, atau sebaliknya.
Sumber:
Faiq,
Muhammad.2012.Definisi Berpikir Kritis. http://penelitiantindakankelas.blogspot.com/2012/12/10-definisi-berpikir-kritis.html.
[8 Oktober 2014].
Faiq, Muhammad. 2012. Keterampilan Berpikir Kritis Menurut Beyer (1988). http://penelitiantindakankelas.blogspot.com/2012/12/10-keterampilan-berpikir-kritis-menurut.html.
[8 Oktober 2014].
Kate13.2012. Ciri-ciri Kemampuan Berpikir Kritis. http://www.kajianteori.com/2014/02/ciri-ciri-kemampuan-berpikir-kritis.html.
[8 Oktober 2014].
Suwarma, Dina Mayadiana. 2009. Suatu Alternatif Pembelajaran Kemampuan
Berpikir Kritis Matematika. Jakarta: Cakrawala Maha Karya.
Turmuzi, Ahmad. 2013. Mengajarkan
Keterampilan Berpikir Kritis Pada Siswa. http://edukasi.kompasiana.com/2013/03/02/mengajarkan-keterampilan-berpikir-kritis-pada-siswa-538481.html.
[8 Oktober 2014].
Tidak ada komentar:
Posting Komentar