Selasa, 16 Desember 2014

BERFIKIR KRITIS

Mungkin ini postingan pertama saya setelah mengenal blog. Nah, blog ini sbenernya buat sharing materi saya kuliah jadi ini dari makalah yang saya buat sebelumnya, kalo ada copy-paste sih saya minta maaf pada blogger yang nulis juga, tapi saya nuliskan sumber nya kok.
 Oke langsung saja, materi sekarang tentang Berfikir Kritis.


1 Definisi Berpikir Kritis

           Proses belajar diperlukan untuk meningkatkan pemahaman terhadap materi yang dipelajari. Dalam proses belajar terdapat pengaruh perkembangan mental yang digunakan dalam berpikir atau perkembangan kognitif dan konsep yang digunakan dalam belajar. Beberapa pengertian mengenai keterampilan berpikir kritis diantaranya:
1)      Beyer (1985). Berpikir kritis adalah kemampuan (1) menentukan kredibilitas suatu sumber, (2) membedakan antara yang relevan dari yang tidak relevan, (3) membedakan fakta dari penilaian, (4) mengidentifikasi dan mengevaluasi asumsi yang tidak terucapkan, (5) mengidentifikasi bias yang ada, (6) mengidentifikasi sudut pandang, dan (7) mengevaluasi bukti yang ditawarkan untuk mendukung pengakuan.
2)      Halpern (1985). Berpikir kritis adalah pemberdayaan kognitif dalam mencapai tujuan.
3)      Chance (1986). Berpikir kritis adalah kemampuan untuk menganalisis fakta, mencetuskan dan menata gagasan, mempertahankan pendapat, membuat perbandingan, menarik kesimpulan, mengevaluasi argumen dan memecahkan masalah.
4)      Mertes (1991). Berpikir kritis adalah sebuah proses yang sadar dan sengaja yang digunakan untuk menafsirkan dan mengevaluasi informasi dan pengalaman dengan sejumlah sikap reflektif dan kemampuan yang memandu keyakinan dan tindakan.
5)      Paul (1993). Berpikir kritis adalah mode berpikir – mengenai hal, substansi atau masalah apa saja – di mana si pemikir meningkatkan kualitas pemikirannya dengan menangani secara terampil struktur-struktur yang melekat dalam pemikiran dan menerapkan standar-standar intelektual padanya.
6)      Angelo (1995). Berpikir kritis adalah mengaplikasikan rasional, kegiatan berpikir yang tinggi, meliputi kegiatan menganalisis, mensintesis, mengenali permasalahan dan pemecahannya, menyimpulkan serta mengevaluasi.
7)      Sedangkan menurut Ennis (1996). Berpikir kritis adalah sebuah proses yang dalam mengungkapakan tujuan yang dilengkapi alasan yang tegas tentang suatu kepercayaan dan kegiatan yang telah dilakukan.
8)      Walker (2006). Berpikir kritis adalah suatu proses intelektual dalam pembuatan konsep, mengaplikasikan, menganalisis, mensintesis, dan atau mengevaluasi berbagai informasi yang didapat dari hasil observasi, pengalaman, refleksi, di mana hasil proses ini diguanakan sebagai dasar saat mengambil tindakan.
9)      Hassoubah (2007). Berpikir kritis adalah kemampuan memberi alasan secara terorganisasi dan  mengevaluasi kualitas suatu alasan secara sistematis.
10)  Mustaji (2012). Berpikir kristis adalah berpikir secara beralasan dan reflektif dengan menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai atau dilakukan. Berikut adalah contoh-contoh kemampuan berpikir kritis, misalnya (1) membanding dan membedakan, (2) membuat kategori, (2) meneliti bagian-bagian kecil dan keseluruhan, (3) menerangkan sebab, (4) membuat sekuen / urutan, (5) menentukan sumber yang dipercayai, dan (6) membuat ramalan.
           Berdasarkan pengertian-pengertian keterampilan berpikir kritis di atas maka dapat dikatakan bahwa keterampilan berpikir kritis merupakan keterampilan berpikir yang melibatkan proses kognitif dan mengajak siswa untuk berpikir reflektif terhadap permasalahan.

2 Ciri-Ciri Berpikir Kritis

           Siswa yang memiliki kemampuan berpikir kritis akan terpatri dalam watak dan kepribadiannya dan terimplementasi dalam segala aspek kehidupannya. Kemampuan berpikir kritis tiada lain adalah kemampuan siswa dalam menghimpun berbagai informasi lalu membuat sebuah kesimpulan evaluatif dari berbagai informasi tersebut (Dede Rosyada, 2004).
           Beyer menegaskan bahwa ada seperangkat keterampilan berpikir kritis yang dapat digunakan dalam studi sosial atau untuk pembelajaran disiplin ilmu-ilmu sosial. Keterampilan-keterampilan tersebut adalah: 1). Membedakan antara fakta dan nilai dari suatu pendapat; 2). Menentukan reliabilitas sumber; 3). Menentukan akurasi fakta dari suatu pernyataan; 4). Membedakan informasi yang relevan dari yang tidak relevan; 5). Mendeteksi penyimpangan; 6). Mengidentifikasi asumsi yang tidak dinyatakan; 7). Mengidentifikasi tuntutan dan argument yang tidak jelas atau samar-samar; 8). Mengakui perbuatan yang keliru dan tidak konsisten; 9). Membedakan antara pendapat yang tidak dan dapat dipertanggungjawabkan; 10). Menentukan kekuatan argumen.
            Alec Fisher (2009: 7) menyebutkan ciri-ciri kemampuan berpikir kritis sebagai berikut:
1)      Mengenal masalah
2)      Menemukan cara-cara yang dapat dipakai untuk menangani masalah-masalah itu
3)      Mengumpulkan dan menyusun informasi yang diperlukan.
4)      Mengenal asumsi-asumsi dan nilai-nilai yang tidak dinyatakan.
5)      Memahami dan menggunakan bahasa yang tepat, jelas, dan khas
6)      Menilai fakta dan mengevalusai pernyataan-pernyataan
7)      Mengenal adanya hubungn yang logis antara masalah-masalah
8)      Menarik kesimpulan-kesimpulan  dan  kesamaaan-kesamaan yang diperlukan
9)      Menguji   kesamaan-kesamaan  dan  kesimpulan-kesimpulan  yang seeorang ambil
10)  Menyusun  kembali  pola-pola keyakinan  seseorang berdasarkan pengalaman yang lebih luas k) Membuat penilaian yang tepat tentang hal-hal dan kualitas-kualitas tertentu dalam kehidupan sehari-hari.
Ciri-ciri berpikir kritis menurut Cece Wijaya   (1996: 72) adalah:
1)      Pandai mendeteksi masalah
2)      Mampu membedakan ide yang relevan dengan yang tidak relevan
3)      Mampu membedakan fakta dengan fiksi atau pendapat
4)      Mampu  mengidentifikasi  perbedaan-perbedaan  atau kesenjangan-kesenjangan informasi
5)      Dapat membedakan argumentasi logis dan tidak logis
6)      Dapat membedakan di antara kritik membangun dan merusak
7)      Mampu menarik kesimpulan generalisasi dari data yang telah tersedia dengan data yang diperoleh dari lapangan
8)      Mampu menarik kesimpulan dari data yang telah ada dan terseleksi.
           Dasar-dasar ini yang pada prinsipnya perlu dikembangkan untuk melatih kemampuan berpikir kritis kita. Jadi, berpikir kritis adalah bagaimana menyeimbangkan aspek-aspek pemikiran yang ada di atas menjadi sesuatu yang sistemik dan mempunyai dasar atau nilai ilmiah yang kuat. Selain itu, kita juga perlu memperhitungkan aspek alamiah yang terdapat dalam diri manusia karena hasil pemikiran kita tidak lepas dari hal-hal yang kita pikirkan.

3 Karakteristik Berfikir Kritis

           Wade (1995) mengidentifikasi delapan karakteristik berpikir kritis, yakni meliputi:
1)      Kegiatan merumuskan pertanyaan,
2)      Membatasi permasalahan,
3)      Menguji data-data,
4)      Menganalisis berbagai pendapat dan bias,
5)      Menghindari pertimbangan yang sangat emosional,
6)      Menghindari penyederhanaan berlebihan,
7)      Mempertimbangkan berbagai interpretasi, dan
8)      Mentoleransi ambiguitas.
           Empat karakteristik utama  berpikir kritis menurut Nosich (dalam Swarma, 2009: 6), adalah:
1)      Berpikir kritis adalah reflektif dan metakognitif.
2)      Berpikir kritis mesti mengukur standar atau kriteria tertentu.
3)      Berpikir kritis memuat persoalan autentik, dan
4)      Berpikir kritis melibatkan pemikiran, fleksibilitas, dan penalaran.
           Karakteristik lain yang berhubungan dengan berpikir kritis, dijelaskan Beyer (1995) Yaitu:
a.       Watak
            Seseorang yang mempunyai keterampilan berpikir kritis mempunyai sikap skeptis, sangat terbuka, menghargai sebuah kejujuran, respek terhadap berbagai data dan pendapat, respek terhadap kejelasan dan ketelitian, mencari pandangan-pandangan lain yang berbeda, dan akan berubah sikap ketika terdapat sebuah pendapat yang dianggapnya baik.
b.      Kriteria
            Dalam berpikir kritis harus mempunyai sebuah kriteria atau patokan. Untuk sampai ke arah sana maka harus menemukan sesuatu untuk diputuskan atau dipercayai. Meskipun sebuah argumen dapat disusun dari beberapa sumber pelajaran, namun akan mempunyai kriteria yang berbeda. Apabila kita akan menerapkan standarisasi maka haruslah berdasarkan kepada relevansi, keakuratan fakta-fakta, berlandaskan sumber yang kredibel, teliti, tidak bias, bebas dari logika yang keliru, logika yang konsisten, dan pertimbangan yang matang.



c.       Argumen
            Argumen adalah pernyataan atau proposisi yang dilandasi oleh data-data. Keterampilan berpikir kritis akan meliputi kegiatan pengenalan, penilaian, dan menyusun argumen.
d.      Pertimbangan atau pemikiran
            Yaitu kemampuan untuk merangkum kesimpulan dari satu atau beberapa premis. Prosesnya akan meliputi kegiatan menguji hubungan antara beberapa pernyataan atau data.
e.       Sudut pandang (point of view)
            Sudut pandang adalah cara memandang atau menafsirkan dunia ini, yang akan menentukan konstruksi makna. Seseorang yang berpikir dengan kritis akan memandang sebuah fenomena dari berbagai sudut pandang yang berbeda.
f.       Prosedur penerapan kriteria (procedures for applying criteria)
           Prosedur penerapan berpikir kritis sangat kompleks dan prosedural. Prosedur tersebut akan meliputi merumuskan permasalahan, menentukan keputusan yang akan diambil, dan mengidentifikasi perkiraan-perkiraan.
           Pada dasarnya keterampilan berpikir kritis (abilities) Ennis (Costa, 1985) dikembangkan menjadi indikator-indikator keterampilan berpikir kritis yang terdiri dari lima kelompok besar yaitu:
1.      Memberikan penjelasan sederhana (elementary clarification).
2.      Membangun keterampilandasar (basic support).
3.      Menyimpulkan (interference).
4.      Memberikan penjelasan lebih lanjut (advanced clarification).
5.      Mengatur strategi dan taktik (strategy and tactics).

4 Tahapan Berfikir Kritis

1.      Keterampilan Menganalisis
           Keterampilan menganalisis merupakan suatu keterampilan menguraikan sebuah struktur ke dalam komponen-komponen agar mengetahui pengorganisasian struktur tersebut . Dalam keterampilan tersebut tujuan pokoknya adalah memahami sebuah konsep global dengan cara menguraikan atau merinci globalitas tersebut ke dalam bagian-bagian yang lebih kecil dan terperinci. Pertanyaan analisis, menghendaki agar pembaca mengindentifikasi langkah-langkah logis yang digunakan dalam proses berpikir hingga sampai pada sudut kesimpulan (Harjasujana, 1987).
           Kata-kata operasional yang mengindikasikan keterampilan berpikir analitis, diantaranya: menguraikan, membuat diagram, mengidentifikasi, menggambarkan, menghubungkan, memerinci, dan sebagainya.
2.      Keterampilan Mensintesis
           Keterampilan mensintesis merupakan keterampilan yang berlawanan dengan keteramplian menganallsis. Keterampilan mensintesis adalah keterampilan menggabungkan bagian-bagian menjadi sebuah bentukan atau susunan yang baru. Pertanyaan sintesis menuntut pembaca untuk menyatupadukan semua informasi yang diperoleh dari materi bacaannya, sehingga dapat menciptakan ide-ide baru yang tidak dinyatakan secara eksplisit di dalam bacaannya. Pertanyaan sintesis ini memberi kesempatan untuk berpikir bebas terkontrol (Harjasujana, 1987).
3.      Keterampilan Mengenal dan Memecahkan Masalah
           Keterampilan ini merupakan keterampilan aplikatif konsep kepada beberapa pengertian baru. Keterampilan ini menuntut pembaca untuk memahami bacaan dengan kritis sehinga setelah kegiatan membaca selesai siswa mampu menangkap beberapa pikiran pokok bacaan, sehingga mampu mempola sebuah konsep. Tujuan keterampilan ini bertujuan agar pembaca mampu memahami dan menerapkan konsep-konsep ke dalam permasalahan atau ruang lingkup baru (Walker, 2001).
4.      Keterampilan Menyimpulkan
           Keterampilan menyimpulkan ialah kegiatan akal pikiran manusia berdasarkan pengertian/pengetahuan (kebenaran) yang dimilikinya, dapat beranjak mencapai pengertian/pengetahuan (kebenaran) yang baru yang lain (Salam, 1988: 68). Berdasarkan pendapat tersebut dapat dipahami bahwa keterampilan ini menuntut pembaca untuk mampu menguraikan dan memahami berbagai aspek secara bertahap agar sampai kepada suatu formula baru yaitu sebuah simpulan. Proses pemikiran manusia itu sendiri, dapat menempuh dua cara, yaitu : deduksi dan induksi. Jadi, kesimpulan merupakan sebuah proses berpikir yang memberdayakan pengetahuannya sedemikian rupa untuk menghasilkan sebuah pemikiran atau pengetahuan yang baru.
5.      Keterampilan Mengevaluasi atau Menilai
           Keterampilan ini menuntut pemikiran yang matang dalam menentukan nilai sesuatu dengan berbagai kriteria yang ada. Keterampilan menilai menghendaki pembaca agar memberikan penilaian tentang nilai yang diukur dengan menggunakan standar tertentu (Harjasujana, 1987).
           Berdasarkan taksonomi belajar, menurut Bloom, keterampilan mengevaluasi merupakan tahap berpikir kognitif yang paling tinggi. Pada tahap ini siswa ituntut agar ia mampu mensinergikan aspek-aspek kognitif lainnya dalam menilai sebuah fakta atau konsep.
           Pengukuran indikator-indikator yang dikemukan oleh beberapa ahli di atas dapat dilakukan dengan menggunakan universal intellectual standars. Pernyataan ini diperkuat oleh pendapat Paul (2000: 1) dan Scriven (2000: 1) yang menyatakan, bahwa pengukuran keterampilan berpikir kritis dapat dilakukan dengan menjawab pertanyaan: “Sejauh manakah siswa mampu menerapkan standar intelektual dalam kegiatan berpikirnya”. Universal inlellectual standars adalah standardisasi yang harus diaplikasikan dalam berpikir yang digunakan untuk mengecek kualitas pemikiran dalam merumuskan permasalahan, isu-isu, atau situasi-situasi tertentu. Berpikir kritis harus selalu mengacu dan berdasar kepada standar tersebut (Eider dan Paul, 2001: 1). Berikut ini akan dijelaskan aspek-aspek tersebut:
a.       Clarity (Kejelasan)
           Kejelasan merujuk kepada pertanyaan: “Dapatkah permasalahan yang rumit dirinci sampai tuntas?”; “Dapatkah dijelaskan permasalahan itu dengan cara yang lain?”; “Berikanlah ilustrasi dan contoh-contoh!”. Kejelasan merupakan pondasi standardisasi. Jika pernyataan tidak jelas, kita tidak dapat membedakan apakah sesuatu itu akurat atau relevan. Apabila terdapat pernyataan yang demikian, maka kita tidak akan dapat berbicara apapun, sebab kita tidak memahami pernyataan tersebut. Contoh, pertanyaan berikut tidak jelas: “Apa yang harus dikerjakan pendidik dalam sistem pendidikan di Indonesia?” Agar pertanyaan itu menjadi jelas, maka kita harus memahami betul apa yang dipikirkan dalam masalah itu. Agar menjadi jelas, pertanyaan itu harus diubah menjadi, “Apa yang harus dikerjakan oleh pendidik untuk memastikan bahwa siswanya benar-benar telah mempelajari berbagai keterampilan dan kemampuan untuk membantu berbagai hal agar mereka berhasil dalam pekerjaannya dan mampu membuat keputusan dalam kehidupan sehari-hari?”.
b.      Accuracy (keakuratan, ketelitian, kesaksamaan)
           Ketelitian atau kesaksamaan sebuah pernyataan dapat ditelusuri melalui pertanyaan: “Apakah pernyataan itu kebenarannya dapat dipertanggungjawabkan?”; “Bagaimana cara mengecek kebenarannya?”; “Bagaimana menemukan kebenaran tersebut?” Pernyataan dapat saja jelas, tetapi tidak akurat, seperti dalam penyataan berikut, “Pada umumnya anjing berbobot lebih dari 300 pon”.
c.       Precision (ketepatan)
           Ketepatan mengacu kepada perincian data-data pendukung yang sangat mendetail. Pertanyaan ini dapat dijadikan panduan untuk mengecek ketepatan sebuah pernyataan. “Apakah pernyataan yang diungkapkan sudah sangat terurai?”; “Apakah pernyataan itu telah cukup spesifik?”. Sebuah pernyataan dapat saja mempunyai kejelasan dan ketelitian, tetapi tidak tepat, misalnya “Aming sangat berat” (kita tidak mengetahui berapa berat Aming, apakah satu pon atau 500 pon!)
d.      Relevance (relevansi, keterkaitan)
           Relevansi bermakna bahwa pernyataan atau jawaban yang dikemukakan berhubungan dengan pertanyaan yang diajukan. Penelusuran keterkaitan dapat diungkap dengan mengajukan pertanyaan berikut: “Bagaimana menghubungkan pernyataan atau respon dengan pertanyaan?”; “Bagaimana hal yang diungkapkan itu menunjang permasalahan?”. Permasalahan dapat saja jelas, teliti, dan tepat, tetapi tidak relevan dengan permasalahan. Contohnya: siswa sering berpikir, usaha apa yang harus dilakukan dalam belajar untuk meningkatkan kemampuannya. Bagaimana pun usaha tidak dapat mengukur kualitas belajar siswa dan kapan hal tersebut terjadi, usaha tidak relevan dengan ketepatan mereka dalam meningkatkan kemampuannya.
e.       Depth (kedalaman)
           Makna kedalaman diartikan sebagai jawaban yang dirumuskan tertuju kepada pertanyaan dengan kompleks, Apakah permasalahan dalam pertanyaan diuraikan sedemikian rupa? Apakah telah dihubungkan dengan faktor-faktor yang signifikan terhadap pemecahan masalah? Sebuah pernyatan dapat saja memenuhi persyaratan kejelasan, ketelitian, ketepatan, relevansi, tetapi jawaban sangat dangkal (kebalikan dari dalam). Misalnya terdapat ungkapan, “Katakan tidak”. Ungkapan tersebut biasa digunakan para remaja dalam rangka penolakan terhadap obat-obatan terlarang (narkoba). Pernyataan tersebut cukup jelas, akurat, tepat, relevan, tetapi sangat dangkal, sebab ungkapan tersebut dapat ditafsirkan dengan bermacam-macam.
f.       Breadth (keluasaan)
           Keluasan sebuah pernyataan dapat ditelusuri dengan pertanyaan berikut ini. Apakah pernyataan itu telah ditinjau dari berbagai sudut pandang?; Apakah memerlukan tinjauan atau teori lain dalam merespon pernyataan yang dirumuskan?; Menurut pandangan..; Seperti apakah pernyataan tersebut menurut… Pernyataan yang diungkapkan dapat memenuhi persyaratan kejelasan, ketelitian, ketepatan, relevansi, kedalaman, tetapi tidak cukup luas. Seperti halnya kita mengajukan sebuah pendapat atau argumen menurut pandangan seseorang tetapi hanya menyinggung salah satu saja dalam pertanyaan yang diajukan.
g.      Logic (logika)
           Logika bertemali dengan hal-hal berikut: Apakah pengertian telah disusun dengan konsep yang benar?; Apakah pernyataan yang diungkapkan mempunyai tindak lanjutnya? Bagaimana tindak lanjutnya? Sebelum apa yang dikatakan dan sesudahnya, bagaimana kedua hal tersebut benar adanya? Ketika kita berpikir, kita akan dibawa kepada bermacam-macam pemikiran satu sama lain. Ketika kita berpikir dengan berbagai kombinasi, satu sama lain saling menunjang dan mendukung perumusan pernyataan dengan benar, maka kita berpikir logis. Ketika berpikir dengan berbagai kombinasi dan satu sama lain tidak saling mendukung atau bertolak belakang, maka hal tersebut tidak logis.

5 Keterampilan Berfikir Kritis

            Beyer (1988) mengidentifikasi 10 keterampilan berpikir kritis yang dapat dipakai siswa untuk menilai kebenaran pernyataan atau argumen, memahami iklan, dan sebagainya, yaitu sebagai berikut:
1)      Membedakan mana fakta variabel dan pernyataan nilai.
2)      Membedakan informasi, pernyataan, atau alasan yang relevan, dari pernyataan atau alasan yang tidak relevan.
3)      Menentukan apakah suatu fakta pernyataan itu tepat atau tidak.
4)      Menentukan apakah suatu sumber kredibel atau tidak.
5)      Mengidentifikasi argumen atau pernyataan yang ambigu (menyesatkan dan bermakna ganda).
6)      Mengidentifikasi asumsi-asumsi yang tidak secara langsung dinyatakan (tersirat).
7)      Mendeteksi adanya prasangka.
8)      Mengidentifikasi kesalahan logika.
9)      Mengidentifikasi tidak adanya konsistensi logika dalam suatu garis pemikiran atau ide.
10)  Menentukan kekuatan argumen atau pernyataan.

Perlu diperhatikan bahwa ke-10 keterampilan di atas bukanlah suatu urutan atau tahapan, tetapi lebih pada kemungkinan-kemungkinan cara yang dapat dipakai siswa untuk melakukan pendekatan terhadap suatu informasi untuk mengevaluasi apakah informasi tersebut betul atau dapat dipercaya, atau sebaliknya.


Sumber:


Faiq, Muhammad.2012.Definisi Berpikir Kritis. http://penelitiantindakankelas.blogspot.com/2012/12/10-definisi-berpikir-kritis.html. [8 Oktober 2014].
Faiq, Muhammad. 2012. Keterampilan Berpikir Kritis Menurut Beyer (1988). http://penelitiantindakankelas.blogspot.com/2012/12/10-keterampilan-berpikir-kritis-menurut.html. [8 Oktober 2014].
Kate13.2012. Ciri-ciri Kemampuan Berpikir Kritis. http://www.kajianteori.com/2014/02/ciri-ciri-kemampuan-berpikir-kritis.html. [8 Oktober 2014].
Suwarma, Dina Mayadiana. 2009. Suatu Alternatif Pembelajaran Kemampuan Berpikir Kritis Matematika. Jakarta: Cakrawala Maha Karya.
Turmuzi, Ahmad. 2013. Mengajarkan Keterampilan Berpikir Kritis Pada Siswa. http://edukasi.kompasiana.com/2013/03/02/mengajarkan-keterampilan-berpikir-kritis-pada-siswa-538481.html. [8 Oktober 2014].

Tidak ada komentar:

Posting Komentar